JMSI Batang Tuntut Pemerintah Ambil Langkah Dukung Jurnalis di Medan Konflik

Aksi JMSI Batang di di Jalan Veteran, Kabupaten Batang, Selasa, 12 Agustus 2025. (JMSI Network/Beritajateng.id)

BATANG, Beritajateng.id – Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Batang-Pekalongan mendesak pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Komunikasi dan Digital RI, untuk mengambil langkah nyata dalam mendukung keselamatan jurnalis di medan konflik.

Tuntutan ini disampaikan lewat aksi solidaritas di Jalan Veteran, Kabupaten Batang, Selasa, 12 Agustus 2025 sebagai bentuk protes keras atas tewasnya jurnalis Al Jazeera, Anas Al-Sharif, dalam serangan udara militer Israel di Kota Gaza, Palestina.

“Jangan sampai situasi seperti ini menimpa jurnalis kita di Indonesia,” tegas Ketua JMSI Batang, Ujie.

Aksi ini diikuti jajaran pengurus dan anggota JMSI yang membawa spanduk dan poster berisi pesan dukungan untuk jurnalis di zona konflik. Massa aksi juga mengheningkan cipta sebagai bentuk penghormatan bagi para pewarta yang gugur saat bertugas.

Dalam aksi itu, Ujie menyampaikan duka cita mendalam atas gugurnya Anas Al-Sharif yang tewas di dekat Rumah Sakit Al-Shifa pada Minggu malam, 10 Agustus 2025. Serangan tersebut juga menewaskan sejumlah jurnalis lain yang sedang meliput di lokasi.

“Kami menyampaikan penghormatan mendalam atas keberanian para jurnalis di Gaza yang mempertaruhkan nyawa demi mengabarkan kebenaran. Serangan Israel bukan hanya pelanggaran hak asasi manusia, tetapi juga pengabaian terhadap hukum humaniter internasional yang menjamin keselamatan jurnalis sipil,” kata Ujie dalam orasinya.

JMSI mencatat, sejak genosida Gaza dimulai pada Oktober 2023, sedikitnya 237 jurnalis telah tewas akibat serangan militer Israel. Data ini mempertegas risiko tinggi yang dihadapi jurnalis di wilayah konflik, sekaligus menggambarkan ancaman serius terhadap kebebasan pers.

Ia menyerukan agar seluruh organisasi pers nasional tidak tinggal diam, melainkan mengambil peran aktif dalam menggalang petisi kemanusiaan dan solidaritas global guna menghentikan serangan terhadap jurnalis. JMSI menilai kolaborasi lintas negara sangat penting untuk memperkuat perlindungan bagi pekerja media di wilayah rawan.

Selain mengecam pembunuhan terhadap jurnalis, JMSI juga mengutuk keras praktik kelaparan massal (forced starvation) yang diterapkan Israel terhadap warga Gaza, termasuk jurnalis. Blokade total terhadap pangan, listrik, dan akses informasi dinilai memperburuk penderitaan warga sipil.

Berdasarkan data Kementerian Informasi Palestina per 18 Juli 2025, sedikitnya 228 jurnalis telah gugur sejak agresi terbaru dimulai. Mayoritas meninggal saat sedang melaksanakan tugas jurnalistik.

“Bayangkan, mereka melaporkan kejahatan kemanusiaan di tengah kehancuran total, namun kini juga harus berjuang untuk bertahan hidup. Ini adalah kejahatan terhadap jurnalisme itu sendiri,” ujar Ujie.

Menurutnya tragedi yang menimpa jurnalis di Gaza adalah momentum moral untuk menyerukan kepedulian global terhadap kebebasan pers dan hak hidup pekerja media.

“Serangan ini bukan hanya menyerang individu, tetapi juga menyerang kebenaran itu sendiri,” kata Ujie.

Ujie mengajak seluruh elemen masyarakat, media, dan organisasi internasional untuk meningkatkan tekanan diplomatik terhadap Israel agar mematuhi hukum humaniter internasional yang melindungi jurnalis dan warga sipil.

Diketahui, konflik di Gaza kembali memanas sejak Oktober 2023, ketika Israel melancarkan operasi militer besar-besaran yang memicu korban sipil dalam jumlah besar. Sejumlah lembaga internasional menilai, serangan terhadap jurnalis merupakan upaya membungkam pemberitaan independen terkait situasi di lapangan.

Hingga kini, jalur distribusi bantuan kemanusiaan masih dibatasi, membuat kondisi kemanusiaan di Gaza semakin memburuk.

JMSI menegaskan, pihaknya akan terus mengawal isu ini melalui pemberitaan, kampanye solidaritas, dan advokasi di tingkat nasional maupun internasional.

“Selama pelanggaran ini masih terjadi, kami akan terus bersuara. Kebebasan pers adalah fondasi demokrasi. Jika itu runtuh di Gaza, maka akan menjadi preseden buruk bagi dunia,” tutup Ujie.

Sumber: JMSI Network

Exit mobile version