Soroti Anggaran Stunting, DPRD Jepara Pratikno: Jangan Habis untuk Rapat dan Operasional

Wakil Ketua DPRD Jepara, Pratikno. (Tomi Budianto/Beritajateng.id)

Wakil Ketua DPRD Jepara, Pratikno. (Tomi Budianto/Beritajateng.id)

JEPARA, Beritajateng.id – Wakil Ketua DPRD Jepara Pratikno mengingatkan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara agar penggunaan anggaran untuk penanganan stunting tidak habis hanya untuk operasional PNS, rapat, dan seremoni.

Politikus Partai Nasdem ini menyebut, pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Jepara tahun 2023, terdapat alokasi dana untuk penanganan stunting sebesar Rp 111,9 miliar. 

Dana tersebut dialokasikan untuk pemberian makanan tambahan bayi bermasalah dan bayi stunting sebesar Rp 3,8 miliar, kegiatan dengan sasaran calon pengantin, ibu hamil, pasangan usia subur, remaja (preventif dan promotif) sebesar Rp 45,1 miliar dan sebesar Rp 62,9 miliar dialokasikan untuk kegiatan pendampingan secara preventif.

“Kalau konteksnya tentang stunting, sudah benar petunjuk dari Presiden Jokowi, di mana 80 persen harus diwujudkan berupa bantuan protein seperti ikan, daging, dan makanan bergizi bagi masyarakat yang membutuhkan, bukan anggaran rapat dan operasional yang dibesarkan,” kata pimpinan DPRD Jepara ini. 

Sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu, lanjut Pratikno, anggaran penanganan stunting seharusnya lebih banyak dialokasikan untuk pembelian telur, susu, ikan, daging, sayuran, dan lainnya.

“Bila anggaran alokasi stunting yang mencapai Rp 111,9 miliar ini dijalankan dengan benar, maka problem stunting akan segera terurai, pun demikian dengan orientasi program lain dicanangkan oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat,” tegas Ketua DPD Nasdem Jepara ini. 

Lebih ironis lagi nasib para kader posyandu yang menurutnya sangat minim, bahkan ada yang tidak mendapatkan sama sekali. Untuk itu, dirinya meminta kepada Pemkab Jepara untuk lebih memperhatikan nasib kader posyandu. Pasalnya, kader posyandu sangat bisa diberdayakan untuk meningkatkan standar kesehatan di masyarakat tingkat bawah.

“Insentif yang diterima mereka bervariasi, namun rata-rata antara Rp 25 ribu hingga Rp 50 ribu per bulan. Itupun juga harus menunggu rapel karena harus menunggu pencairan dari Dana Desa. Bahkan yang lebih ironis ada yang tidak mendapat insentif sama sekali. Meski honornya sedikit, standar kesehatan di tingkat bawah bisa terdongkrak karena mereka-mereka ini,” jelasnya. (Lingkar Network | Tomi Budianto – Koran Lingkar)

Exit mobile version