BLORA, Beritajateng.id – Sebanyak sekitar 60 sekolah dasar (SD) negeri di Kabupaten Blora berpotensi digabung atau regrouping. Hal ini lantaran minimnya siswa dalam sekolah tersebut saat Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025.
Bahkan, pada SPMB tahun ajaran 2025/2026, dua SD negeri di Kabupaten Blora tidak mendapatkan peserta didik baru. Diantaranya, SD Negeri 1 Patalan, Kecamatan Blora kota, dan SD Negeri 1 Sumengko, Kecamatan Randublatung.
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Blora Sunaryo mengatakan, sebagian besar koordinator wilayah (korwil) kecamatan di Blora sudah mengusulkan SD yang berpotensi digabung.
“Kemarin sudah kami pastikan dan memang ada beberapa korwil yang belum usul, itu ada lima korwil. Seperti Japah, Sambong, kemudian Randublatung, dan beberapa itu belum usul. Tetapi sebagian besar korwil sudah mengusulkan,” jelasnya, Jumat, 1 Agustus 2025.
Sunaryo menjelaskan bahwa sebelumnya terdapat 40 SD yang berpotensi digabung. Namun, setelah didata oleh korwil jumlahnya bertambah.
“Target kita kan 40 sekolah kemarin, tetapi ternyata lebih dari 40 sekolah, yakni di angka sekitar 60-an sekolah,” ungkapnya.
Untuk jumlah pastinya, kata dia, masih menunggu data dari bidang Pendidikan Dasar (Dikdas). Adapun terkait rencana regrouping ini, Sunaryo menegaskan bahwa tujuannya adalah untuk penguatan sekolah.
“Tujuan regrouping itu bukan sekadar untuk penghapusan sekolah, tetapi lebih ke penguatan. Karena jika jumlah murid lebih banyak itu dana operasionalnya juga lebih tinggi,” ujarnya.
Selain itu, menurutnya regrouping ini juga akan membuat para guru lebih nyaman dalam mengajar.
“Jadi guru juga lebih percaya diri, mengajar di hadapan 2 anak dengan dihadapan 10 anak kan lebih yakin yang 10 anak,” imbuhnya.
Dalam regrouping ini, pihaknya akan mengupayakan pendekatan humanis dengan berbagai pihak, termasuk kepala desa. Dinas Pendidikan akan melakukan komunikasi agar tidak ada pertentangan dalam prosesnya.
“Selanjutnya akan kita lakukan langkah-langkah pendekatan, mulai ke sekolah, guru, kepala sekolah, kemudian orang tua, komite sekolah, dan juga mungkin dengan kepala desa, atau penguasa wilayah,” tuturnya
Sementara itu, Kepala SD Negeri 1 Patalan Dhian Mayasari mengatakan akan mengikuti kebijakan dari Dindik Blora terkait potensi regrouping di sekolah yang ia pimpin.
“Kalau dari saya ikut kebijakan dari dinas. Jika regrouping dapat menjadi jalan terbaik maka bukan menjadi masalah buat saya,” katanya.
Dhian juga mengungkapkan pada tahun ajaran sebelumnya terdapat 33 siswa. Namun setelah kelas 6 lulus pada 2025, hanya tersisa 30 siswa. Sementara saat SPMB 2025, sekolahnya tidak mendapat murid sama sekali.
“Untuk tenaga pendidik, ada enam guru kelas, satu guru agama, satu tenaga teknis, dan satu penjaga,” sambung Dhian.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi D DPRD Blora Achlif Nugroho Widi Utomo mengatakan, regrouping sekolah harus dilakukan dengan matang baik dari pendataan, letak geografis, hingga karakteristik masyarakat setempat.
“Masalahnya tidak hanya satu, namun memiliki masalah yang kompleks untuk dipecahkan bersama,” katanya.
Menurutnya, regrouping sekolah negeri harus menggunakan analisa dan tujuan yang jelas agar tidak menimbulkan keributan publik.
“Jadi PR kita itu membangun kepercayaan masyarakat terhadap sekolah negeri di Kabupaten Blora,” terangnya.
Jurnalis: Lingkar Network
Editor: Utia Lil