Petani Tebu di Blora Terancam Rugi Akibat Pabrik Tutup Proses Giling

Rembang2 2

Ilustrasi lahan pertanian tebu. (Anta/Beritajateng.id)

BLORA, Beritajateng.id – Puluhan petani tebu di sekitar Pabrik Gula (PG) PT Gendhis Multi Manis (GMM), Kecamatan Todanan, terancam rugi akibat keputusan manajemen yang menutup proses giling jauh lebih cepat dari jadwal. 

Penutupan mendadak ini membuat ribuan ton tebu terancam tak terserap, padahal petani sudah mengeluarkan biaya besar untuk tebang dan angkut.

Ketua Asosiasi Petani Tebu Republik Indonesia (APTRI) Blora, Sunoto menilai langkah GMM sangat merugikan para petani. Pasalnya, sejak awal giling terdapat musyawarah atau kesepakatan bersama.

“Sejak awal giling ada musyawarah. Mestinya kalau mau tutup juga rembukan dulu dengan petani. Ini keputusan sepihak dan jelas merugikan,” ujarnya.

Menurut Sunoto, banyak petani masih memiliki tebu yang belum ditebang akibat cuaca. Jika pabrik tutup, hasil panen mereka bisa sia-sia.

“Perkiraan kami baru selesai tebang akhir Oktober. Kalau pabrik sudah tutup, tebu petani bisa mubazir,” tambahnya.

Ia menyebut, pihaknya bersama puluhan petani tebu lainnya berharap ada kejelasan dan pertolongan dari pihak terkait.

“Kalau berhenti sekarang, kami bingung mau dikemanakan tebu yang masih ada. Biaya tanam sudah besar, jangan sampai hasilnya tidak balik modal,” tegas Sunoto.

Para petani mendesak GMM menggelar pertemuan terbuka untuk mencari jalan keluar, termasuk perpanjangan masa giling atau kompensasi kerugian.

“Minimal ada tambahan hari giling atau kompensasi. Jangan sampai petani yang menanggung semua kerugian,” ujarnya.

Lebih lanjut, Sunoto mengatakan para petani berharap Bulog selaku pemegang saham utama turun tangan. Sebab banyak pihak yang dirugikan terhadap berhentinya serapan tebu.

“Kalau perlu, kami siap mendatangi Bulog pusat agar ada suntikan dana untuk GMM. Jangan sampai kejadian tahun ini terulang,” katanya.

Winarsih, petani asal desa sekitar pabrik, mengaku rugi karena ongkos tebang dan angkut tetap jalan meski panen tak terserap.

“Tebu masih banyak kok mandek. Bahkan sudah muat truk dump, eh pabrik ujug-ujug tutup,” keluhnya.

Sebelumnya, Manajemen PG GMM mengumumkan penerimaan tebu terakhir hanya sampai Rabu, 24 September 2025 pukul 24.00 WIB, dengan alasan kerusakan mesin boiler.

Direktur Operasional PT GMM, Krisna Murtiyanto menyebut kebocoran pipa pada dua unit mesin utama tidak mungkin diperbaiki cepat.

“Dengan kondisi yang tidak memungkinkan, kami menutup giling pada 25 September, dengan penerimaan tebu terakhir 24 September,” jelasnya, Minggu, 28 September 2025.

Sementara itu, Plt Direktur Utama PT GMM, Sri Emilia Mudiyanti menegaskan keputusan yang telah diambil bukan hal yang mudah. Bahkan ia menyebutkan pemaksaan alat dapat mengakibatkan kerusakan yang lebih fatal.

“Jika dipaksakan, kerusakan bisa bertambah parah. Kami mohon maaf karena panen petani belum terserap maksimal,” katanya.

Hingga 24 September, PG GMM baru menggiling 218.771 ton tebu atau sekitar 54,6 persen dari target 400.000 ton. Sehingga produksi Gula Kristal Putih hanya mencapai 11.608 ton, karena musim giling berhenti di hari ke-112, jauh dari target 150 hari.

Jurnalis: *Red
Editor: Tia

Exit mobile version