Keracunan Massal di Bangsri Jepara Dipastikan Bukan dari MBG

Jepara 21

Ketua Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) Kabupaten Jepara sekaligus Wakil Bupati, M. Ibnu Hajar saat meninjau dapur SPPG. (Lingkar Network/Beritajateng.id)

JEPARA, Beritajateng.id – Penyebab keracunan massal pada 35 siswa di Banjaran, Kecamatan Bangsri dipastikan bukan dari menu program makan bergizi gratis (MBG) dikonsumsi. 

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Yunita Dyah Suminar mengatakan, hal itu didasarkan pada hasil uji laboratorium sampel makanan yang dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan dan PAK Provinsi Jawa Tengah, Jalan Soekarno Hatta Kota Semarang.

“Hasil lab tidak ada bakteri dalam menu MBG yang menyebabkan keracunan anak-anak di Banjaran Bangsri Jepara,” katanya, Selasa, 30 September 2025.

Diketahui, sampel makanan yang dibawa ke Balai Laboratorium Kesehatan dan PAK Provinsi Jawa Tengah adalah menu MBG yang dikonsumsi para siswa yang diduga mengalami keracunan makanan. 

Menu MBG yang  dikonsumsi siswa pada Selasa, 23 September 2025 yakni nasi putih, ayam kecap, sayur tumis jagung-buncis-wortel, susu kotak, dan buah melon potong.

Sampel menu itu diambil dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Banjaran Bangsri yang melayani 3.554 siswa dari 40 sekolah yang tersebar di 3 desa di Kecamatan Bangsri. Rinciannya Desa Banjaran, Banjaragung dan Srikandang.

Bupati Jepara Witiarso Utomo melalui Ketua Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) Kabupaten Jepara M Ibnu Hajar mengatakan pihaknya juga sudah mendapat informasi hasil laboratorium Balai Labkes dan PAK Provinsi Jateng.

Menurut Gus Hajar, sapaan akrabnya, keluarnya hasil laboratorium tersebut memastikan penyebab puluhan siswa di Banjaran mengalami pusing, mual, lemas dan gejala lain yang merujuk kasus keracunan makanan bukan berasal dari menu MBG. 

“Jadi clear kalau dari sampel menu MBG hasilnya negatif. Secara logika sebenarnya juga bisa dinalar, dalam sehari menu untuk 3.554 dari 40 sekolah itu sama, tapi mengapa yang mengalami pusing, mual, dan lemas mayoritas hanya dari SDN 1 Banjaran. Nah, mungkin saja anak-anak itu mengkonsumsi makanan lainnya kita kan juga tidak tahu,” ujarnya.

Gus Hajar menegaskan pihaknya sudah dan terus memantau program MBG agar berjalan sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP). 

Pihaknya juga akan mendorong SPPG untuk mengantongi Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS), dokumen resmi yang menjadi bukti jika suatu usaha terutama yang bergerak di bidang makanan dan minuman telah memenuhi standar kebersihan dan sanitasi yang ditetapkan pemerintah.

“Mulai dari tempat masak atau dapur, bahan masakan, pengolahan hingga penyajian harus sesuai SOP,” ujarnya.

Ia mengatakan, para siswa penerima juga akan terus diberi pemahaman terkait waktu konsumsi menu MBG. Merujuk SOP, makanan menu MBG  harus dikonsumsi maksimal 4 jam setelah disajikan. 

“Jadi mestinya tidak boleh dibawa pulang, tapi harus langsung disantap di sekolah agar tetap layak konsumsi, bergizi dan sehat” tandasnya.

Jurnalis: *Red
Editor: Tia

Exit mobile version