SEMARANG, Beritajateng.id – Pemerintah Kota Semarang melalui Dinas Perdagangan (Disdag) berencana melakukan penataan terhadap pedagang kaki lima (PKL) dan becak listrik di kawasan Simpang Lima.
Langkah ini bertujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan aset daerah serta meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dari retribusi kawasan.
Plt Kepala Disdag Kota Semarang Aniceto Magno Da Silva mengatakan, penataan melibatkan sejumlah dinas seperti DPU, Dishub, dan Disperkim, karena menyangkut pengelolaan aset strategis.
Selain penataan PKL dan becak listrik, langkah ini juga mencakup perombakan pengurus paguyuban PKL untuk mencegah praktik ilegal seperti jual beli lapak.
“Ketua paguyuban lama kami ganti karena ada keluhan dari para PKL soal ketidakterbukaan laporan dan tidak terpenuhinya setoran retribusi,” ujarnya, Selasa, 23 September 2025.
Pihaknya menilai bahwa selama ini pendataan PKL dan pelaku usaha di kawasan Simpang Lima tidak dilakukan secara akurat, sehingga potensi retribusi tidak tergambar jelas.
“Ketua paguyuban lama kita ganti, kalau yang baru itu memang kita tunjuk, tugasnya untuk melakukan pendataan secara menyeluruh mulai awal Oktober, termasuk saat car free day,” katanya.
Ia menduga, ada penyimpangan dalam pengelolaan sebelumnya, seperti praktik jual beli lapak. Oleh karena itu, langkah perombakan ini dianggap penting untuk memaksimalkan aset Pemkot.
“Utamanya pembaruan ini untuk menata ulang aset Kota Semarang, yaitu di Simpang Lima,” katanya.
Namun, mantan Ketua Paguyuban Suyanto yang menjabat sejak 2010 mengaku keberatan dengan proses pergantian yang dinilai sepihak dan tidak transparan. Ia menyebut bahwa ketua seharusnya berasal dari kalangan PKL sendiri, agar lebih memahami situasi di lapangan.
“Harusnya yang jadi ketua itu dari kalangan PKL sendiri. Yang tahu situasi, tahu kebersihan, tahu siapa saja yang berjualan. Kalau langsung ditunjuk dari luar, ya tidak benar,” tegasnya
Sedangkan, Ketua Komisi B DPRD Kota Semarang Joko Widodo menanggapi bahwa paguyuban PKL tidak sepenuhnya independen karena Simpang Lima merupakan aset Pemkot.
Oleh sebab itu, menurutnya Disdag memiliki wewenang untuk terlibat dalam pengelolaan. Meski begitu, ia menekankan pentingnya komunikasi antara pengurus lama dan baru untuk mencegah konflik.
Joko juga menyebut bahwa kinerja pengurus lama perlu dievaluasi karena capaian retribusi dari kawasan Simpang Lima sangat rendah.
Hingga pertengahan September, kata dia, capaian retribusi baru mencapai 34 persen, jauh dari target yang seharusnya lebih dari 70 persen. Bahkan, jika sebelumnya retribusi per bulan mencapai Rp15–18 juta, kini turun drastis hanya sekitar Rp5 juta.
“Paguyuban di Simpang Lima itu terikat lokasi. Maka unsur pemerintah, dalam hal ini Dinas Perdagangan, juga berhak punya peran dalam kepengurusan,” jelasnya.
Meski begitu, Joko tetap menekankan pentingnya komunikasi dua arah agar tidak menimbulkan resistensi di lapangan. Ia pun meminta Kepala Dinas Perdagangan untuk menjadi jembatan antara pengurus baru dan lama agar transisi bisa berjalan lancar.
“Harapan kami, kedepan penataan semakin baik, target PAD tercapai, dan masyarakat, baik pedagang maupun pengunjung, merasakan manfaat dari pengelolaan yang lebih tertib dan profesional,” katanya.
Jurnalis: *Red
Editor: Tia