GREAT Institut Mengecam Keras Serangan Udara Amerika ke Fasilitas Nuklir Iran

Ketua Dewan Direksi Great Institute Dr. Syahganda Nainggolan (tengah). (Great Institute/Beritajateng.id)

JAKARTA, Beritajateng.id — Ketua Dewan Direksi lembaga riset politik dan ekonomi GREAT Institute, Dr. Syahganda Nainggolan mengecam keras atas serangan udara yang dilancarkan Amerika Serikat terhadap tiga fasilitas nuklir utama Iran pada 21 Juni 2025 waktu setempat.

“Serangan udara yang diberi sandi Midnight Hammer, yang menghantam fasilitas nuklir Iran di Fordow, Natanz, dan Isfahan, menggunakan bom bunker-buster dan rudal Tomahawk. Merupakan tindakan militer sepihak yang melanggar kedaulatan Iran, serta berpotensi melanggar Piagam PBB,” tegas Dr. Syahganda Jakarta, Senin, 23 Juni 2025.

Sebelumnya, Gedung Putih telah mengeluarkan pernyataan terkait serangan ini. Dimana bertujuan untuk menghentikan program nuklir Iran dan mendorong perdamaian.

Namun, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, menyatakan kekhawatiran mendalam atas tindakan tersebut. Guterres menyebut situasi ini sebagai “gravely alarmed” dan menyerukan segera dilakukan de-eskalasi.

GREAT Institute mencatat, serangan ini dilakukan tanpa otorisasi Dewan Keamanan PBB, dan tidak jelas apakah ada ancaman langsung yang sah terhadap AS yang dapat digunakan sebagai dasar pembenaran dalam kerangka self-defense.

“Amerika tampaknya bertindak secara unilateral, bukan sebagai respons proporsional terhadap serangan bersenjata yang diakui hukum internasional,” tambahnya.

Seruan terhadap Pemerintah Indonesia

GREAT Institute mendesak Pemerintah Indonesia untuk mengecam tegas pelanggaran kedaulatan Iran. Sebagai negara yang menganut prinsip bebas aktif dan penegak hukum internasional. Sesuai dengan prinsip non-intervensi yang dijunjung tinggi dalam Piagam PBB dan Konstitusi RI.

Selain itu, Pemerintah Indonesia juga didesak untuk mendorong diadakannya sesi darurat Dewan Keamanan PBB. Guna merumuskan resolusi kecaman atas tindakan agresi militer, penghentian segera serangan, dan pengawasan internasional oleh IAEA atas fasilitas nuklir yang terdampak.

Selain itu, pemerintahan Prabowo Subianto diminta menawarkan posisi Indonesia sebagai mediator netral dalam krisis antara Amerika Serikat dan Iran, sejalan dengan visi ASEAN dan komitmen Indonesia terhadap stabilitas kawasan dan global.

“Indonesia harus tampil sebagai fasilitator damai, yang mampu membuka ruang dialog antara dua negara besar, bukan menjadi penonton pasif di tengah eskalasi konflik global,” ujar Dr. Syahganda.

Pernyataan GREAT Institute ini juga menyatakan dukungan terhadap sikap negara-negara seperti China, Rusia, dan negara-negara Amerika Latin, yang telah mengecam serangan militer tersebut dan menyerukan penghormatan terhadap kedaulatan negara. 

“Sebagai bagian dari komunitas global yang menjunjung hukum internasional dan tata dunia yang berkeadaban, Indonesia harus bersikap tegas, bukan ambigu,” tutupnya.

Jurnalis : –

Editor : Ibnu Muntaha

Exit mobile version