PEKALONGAN, Beritajateng.id – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) resmi menetapkankan Nasi Megono dan Lopis Krapyak dari Pekalongan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB)
Penetapan ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Kota Pekalongan, karena kedua kuliner tersebut kini diakui secara nasional sebagai bagian dari kekayaan budaya Indonesia.
Kepala Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga (Dinparbudpora) Kota Pekalongan, Sabaryo Pramono mengatakan penetapan ini merupakan hasil proses panjang yang dimulai sejak 2023.
“Prosesnya sudah dimulai sejak tahun 2023. Waktu itu belum lolos karena ada kekurangan pada kajian ilmiah. Tahun 2024 kami lengkapi semua persyaratannya dan ajukan kembali. Alhamdulillah, pada 8 November 2025 dua usulan kita, Nasi Megono dan Lopis Krapyak, mendapat pengakuan secara nasional,” jelasnya, Senin, 13 Oktober 2025.
Sabaryo menerangkan, terdapat sejumlah kriteria yang harus dipenuhi dalam penetapan WBTB, antara lain karya budaya yang diajukan baik berupa kuliner, seni, maupun bentuk budaya lainnya seperti keberadaan maestro atau pelestari budaya.
Selain itu, terdapat kelengkapan kajian ilmiah, serta video dokumenter yang menggambarkan nilai dan proses budaya yang diajukan, serta rencana pengembangan sebagai bentuk komitmen pelestarian jangka panjang.
Salah satu maestro yang berperan aktif dalam pelestarian Megono adalah Haji Mas Duki, pemilik Rumah Makan Mas Duki. Ia diketahui telah lama bersinergi dengan Dinparbudpora dalam upaya mengembangkan kuliner Megono, bahkan menciptakan inovasi “Megono Kaleng” agar lebih awet dan bisa dinikmati di mana saja.
“Kalau Megono asli biasanya cuma tahan dari pagi sampai sore, nah Megono Kaleng ini bisa dibawa bepergian dan tetap tahan lama. Ini bagian dari inovasi pelestarian,” ujar Sabaryo.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa Nasi Megono dari Kota Pekalongan memiliki keunikan tersendiri dibanding daerah lain seperti Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Batang yang juga mengklaim kuliner serupa.
“Dari hasil kajian, kita punya keunggulan pada bumbunya karena menggunakan tambahan cumbra (kecombrang). Itu membuat cita rasa Megono Pekalongan lebih khas dan nikmat,” paparnya.
Menurutnya, penetapan WBTB ini bukan hanya kebanggaan budaya, tetapi juga peluang ekonomi bagi masyarakat.
“Pengakuan ini menjadi modal besar untuk mengembangkan dan memasarkan kuliner khas kita. Sekarang Lopis Krapyak pun tidak hanya bisa dinikmati saat Syawalan, tapi sudah banyak dijual di sepanjang Jalan Agus Salim dan kawasan lainnya,” ujarnya.
Ke depan, Dinparbudpora Kota Pekalongan akan menindaklanjuti penetapan ini dengan langkah konkret, seperti memperluas promosi dan memperkenalkan dua kuliner tersebut dalam setiap event daerah maupun kunjungan tamu resmi.
Pihaknya juga akan menggandeng pelaku kuliner dan akademisi untuk menyusun kajian lanjutan dalam pengembangan produk budaya khas daerah lainnya.
“Selain Megono dan Lopis Krapyak, kami juga terus menggali potensi kuliner khas lain seperti Soto Tauto dan Garang Asem yang memiliki ciri khas tersendiri. Harapannya, kuliner-kuliner ini bisa menjadi identitas budaya Pekalongan yang dikenal luas di tingkat nasional bahkan internasional,” pungkas Sabaryo.
Jurnalis: *Red
Editor: Tia