Blora, Beritajateng.id – Abdul Mufid, seorang akademisi asal Pati, Jawa Tengah, yang juga Dekan Fakultas Ushuluddin Institut Agama Islam (IAI) Khozinatul Ulum Blora berhasil mengukir prestasi gemilang. Gelar profesor dari kementerian agama Republik Indonesia (Kemenag) RI berhasil diraihnya belum lama ini.
Prof. Abdul Mufid memulai kariernya sebagai dosen muda sejak 2008 di IAI Khozinatul Ulum Blora dengan semangat dan dedikasi yang tinggi dalam bidang keilmuan Ushuluddin yang ditekuninya. Pengabdian selama puluhan tahun, ditambah dengan kontribusinya melalui penelitian, dan menjadi pengajaran yang berkualitas. Berhasil menjadikan Abdul Mufid meraih gelar guru besar dalam bidang Ulumul Hadis.
Sekilas tentang Prof. Abdul Mufid, yang tak pernah lelah memotivasi dirinya untuk terus belajar dan meneliti.
“Semakin kita tahu, semakin kita sadar betapa luasnya ilmu. Filosofi ini menjadi bahan bakar baginya dalam meniti karier, dari seorang dosen muda hingga akhirnya mencapai puncak tertinggi sebagai Profesor,” ungkapnya secara tertulis kepada Beritajateng.id Jumat, 27 September 2024.
Pihaknya mengaku, pada awal karirnya memang tidak mudah. Pria yang menamatkan pendidikan madrasah aliyah (MA) di Raudlatul Ulum Desa Guyangan, Kecamatan Trangkil, Kabupaten Pati yang dulunya di bawah asuhan KH. Humam Suyuti. Harus melewati berbagai tantangan, mulai dari keterbatasan fasilitas penelitian hingga tuntutan untuk memenuhi standar akademik internasional.
“Namun, dengan kerja keras dan komitmen untuk memberikan yang terbaik, akhirnya perlahan tapi pasti mampu menunjukkan eksistensi kami. Artikel-artikel ilmiah mulai kami terbitkan di jurnal-jurnal terakreditasi, baik di tingkat nasional maupun internasional bereputasi. Publikasi ini tidak hanya menambah kredibilitas sebagai seorang akademisi, tetapi juga memberikan kontribusi nyata bagi pengembangan ilmu di Indonesia,” bebernya.
Kini, setelah meraih gelar Profesor, ia tidak berhenti untuk terus mengembangkan diri. Baginya, gelar Profesor bukanlah akhir dari perjalanan, melainkan awal dari tanggung jawab yang lebih besar. Ia bertekad untuk terus berkarya, berkontribusi pada masyarakat, dan menjadi inspirasi bagi generasi muda yang ingin mengejar prestasi akademik.
“Jangan pernah takut bermimpi besar, tetapi pastikan setiap mimpi tersebut diiringi dengan kerja keras dan doa,” pesannya.
Suka duka meraih jabatan fungsional Guru Besar
Perjalanan menuju gelar Profesor tentu tidak bebas dari rintangan. Pria kelahiran asli dari Desa Guyangan Trangkil Pati ini mengalami berbagai suka duka. Mulai dari tantangan seabreg administrasi hingga tuntutan untuk terus berkarya.
Pada awalnya, alumni S3 UIN Sunan Kalijaga tersebut sering merasa terbebani oleh tuntutan publikasi internasional dan penilaian kualitatif yang ketat. Namun, dengan ketekunan dan dukungan dari keluarga, rekan sejawat, serta rektor dan para wakil rektor IAI Khozinatul Ulum Blora, ia mampu mengatasi berbagai hambatan tersebut.
“Bagi kami, kunci utama adalah konsistensi dan kesabaran dalam menghadapi proses yang panjang,” ucapnya.
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapinya adalah bagaimana menyeimbangkan antara tanggung jawab akademik dan kehidupan pribadi. Tuntutan untuk menyelesaikan penelitian, mengajar, dan menulis artikel yang diterbitkan di jurnal internasional bereputasi sering kali membuatnya harus mengorbankan waktu dengan keluarga.
“Namun, berkat dukungan penuh dari istri dan anak-anak, serta dari rektor maupun para wakil rektor. Kami berhasil melewati masa-masa sulit, mereka adalah sumber motivasi terbesarnya, yang selalu mendorongnya untuk tidak menyerah di tengah jalan. Tanpa dukungan keluarga, saya mungkin tidak akan sampai di titik ini,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, tekanan untuk terus berkarya di bidang akademik juga datang dari lingkungan profesional. Sebagai akademisi, ia dihadapkan pada persaingan yang ketat di antara para peneliti lainnya. Prof. Abdul Mufid pernah merasa terbebani dengan standar publikasi yang semakin tinggi. Terutama ketika harus bersaing di tingkat internasional.
“Kami yakin, kolaborasi dengan rekan-rekan sejawat dan peneliti lain di bidangnya adalah solusi yang efektif untuk menghadapi tekanan tersebut. Kolaborasi ini tidak hanya membantu meringankan beban, tetapi juga memperkaya perspektif dan ide-ide baru dalam penelitian,” jelas dia.
Selama perjalanannya, Prof. Abdul Mufid juga belajar tentang pentingnya memiliki mentor yang bisa membimbing dan memberi masukan. Sejak awal, ia menjalin hubungan baik dengan para senior di bidangnya, yang tidak hanya memberi arahan ilmiah, tetapi juga dukungan moral.
“Memiliki seseorang yang bisa diajak berdiskusi dan berbagi pengalaman sangat penting, terutama ketika kita merasa kehilangan arah. Peran mentor sangat krusial dalam membentuk kami menjadi akademisi yang lebih matang dan siap menghadapi berbagai tantangan,” tutupnya. (Redaksi Beritajateng.id)