Produksi Garam di Rembang Belum Dimulai, Harga Melonjak Naik

Lahan garam di sepanjang Pantura Kaliori Rembang masih kosong dan terendam air hujan, Rabu, 9 Juli 2025. (Muhammad Faalih/Beritajateng.id)

REMBANG, Beritajateng.id – Produksi garam di wilayah Rembang hingga kini belum dimulai karena hujan yang masih turun. Padahal, pada tahun-tahun sebelumnya bulan Juli merupakan masa panen bagi petani garam di daerah tersebut.

Salah satu petani garam asal Desa Purworejo, Kecamatan Kaliori, Sukadi mengungkap saat ini proses produksi baru memasuki tahap meratakan lahan tambak garam. 

Ia mengatakan, musim kemarau yang datang terlambat, menyebabkan proses produksi ikut terhambat.

“Biasanya bulan Mei akhir itu sudah mulai panen, tapi tahun ini musim kemaraunya mundur. Katanya BMKG kemarau pendek, tapi kita belum tahu, semua tergantung yang di atas,” ujar Sukadi pada Rabu, 9 Juli 2025.

Sebelum produksi garam dimulai, kata dia, petani biasanya memanfaatkan tambak untuk budidaya ikan bandeng dan udang. Setelah lima bulan, ikan akan dipanen dan tambak akan dikeringkan untuk produksi garam saat musim kemarau tiba. Namun hingga kini, proses persiapan tambak baru sebatas perataan lahan.

“Kalau lancar tidak ada hujan, Insyaallah minggu ini mulai pasang membran. Tapi semua tergantung cuaca. Kemarin saya lihat di HP, minggu ini cuacanya cerah,” lanjutnya.

Keterlambatan ini menurutnya bisa berdampak pada harga garam di pasaran. Harga garam yang sempat berada di kisaran Rp 800 per kilogram pada Mei lalu, kini melonjak menjadi Rp 1.600 per kilogram karena pasokan yang belum tersedia.

“Kalau panen sudah mulai bulan lima, pasti harga jatuh. Tapi ini belum ada hasil, jadi harga naik. Memang cuacanya nggak bisa diprediksi, air laut juga masih tercampur air hujan, belum cocok untuk produksi,” jelas Sukadi.

Kondisi ini memperparah beban petani yang sebagian besar hanya sebagai penggarap lahan milik orang lain dengan sistem bagi hasil.

“Kalau panen dua ton, satu ton buat penggarap, satu ton buat pemilik lahan. Kita kerja keras, yang penting hasilnya cukup buat harian,” tambahnya.

Ia menjelaskan, apabila dalam dua bulan kedepan cuaca cerah dan ada angin dari timur laut maka garam sudah bisa dipanen.

“Panas saja nggak cukup, harus ada anginnya supaya kristalisasi garam maksimal,” pungkas Sukadi.

Selain itu, Sukadi menyoroti praktik permainan harga oleh tengkulak yang dinilai masih marak terjadi.

“Harga itu ditentukan tengkulak. Kayak gula, ditimbun pas murah, dilempar lagi pas harga naik. Petani cuma kerja, nggak bisa ngatur harga,” katanya.

Ia berharap pemerintah konsisten menjaga harga garam dengan tidak mengimpor garam dari luar negeri.

“Kalau nggak impor, harga garam bisa stabil. Katanya tahun 2027 sudah ada programnya.”

Jurnalis: Muhammad Faalih
Editor: Utia Lil

Exit mobile version