GROBOGAN, Beritajateng.id – Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Disperakim) melalui Kabid Perumahan Rakyat, Upik Farida menjelaskan angka kesenjangan antara ketersediaan dan kebutuhan rumah masih tinggi. Tercatat sebanyak 52.284 KK masih belum memiliki rumah atau hidup menumpang.
“Hingga saat ini masih ada 52.284 KK yang belum memiliki rumah atau berstatus menumpang,” kata Upik, Selasa, 30 Juli 2024,
Hingga saat ini jumlah rumah layak huni di Kabupaten Grobogan baru tersedia 246.306 dari jumlah total 393.863 unit. “Kemudian dari jumlah 443.279 keluarga, yang mempunyai rumah sendiri baru 390.995,” tuturnya.
Sementara dari total keseluruhan data KK yang belum memiliki rumah, baru 1.308 KK yang berminat atau berencana memiliki rumah sendiri. “Dari jumlah belum memiliki rumah tersebut, tahun ini KK yang berminat ingin memiliki rumah sendiri ada 1.308 KK,” imbuhnya.
Upik menjelaskan berbagai upaya program telah dilakukan pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan ini. Namun jumlah warga yang tidak memiliki rumah masih tinggi. Tahun ini baru ada pengurangan sekitar 260 unit untuk jumlah rumah terbangun.
Salah satu cara untuk mengurangi kesenjangan tersebut yaitu dengan mengajak masyarakat yang masih menumpang untuk mengikuti program Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT). Dalam program itu, masyarakat akan dibebaskan pajak BPHTB.
“BP2BT merupakan program pemilikan rumah dari pemerintah yang ditujukan kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan subsidi,” jelasnya.
Program tersebut dikhususkan untuk masyarakat yang memiliki penghasilan maksimal Rp 7 juta per bulan. “Kalo penghasilan UMR Grobogan, sangat diperbolehkan,” katanya.
Menurutnya program dari pusat ini tertuju pada penerima dengan rumah baru di tanah kosong. “Jadi dikasihkan di mana orang tersebut masih numpang, karena kadang 1 rumah bisa sampai 3 KK. Dengan adanya keterbatasan tidak bisa memiliki rumah. Maka melalui bantuan itu diharapkan bisa mengurangi angka ketidakmilikan rumah,” tegasnya.
Upaya lainnya adalah Program Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) dengan data yang menjadi acuan adalah data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS). (Lingkar Network | Eko Wicaksono – Beritajateng.id)