PEKALONGAN, Beritajateng.id – Usai PT Panamtex di Kabupaten Pekalongan dinyatakan batal pailit pada Februari 2025 lalu, sebanyak 508 karyawan kini masih menganggur selama delapan bulan dan belum mendapatkan kejelasan mengenai status kerja.
Perwakilan pekerja yang tergabung dalam PSP Serikat Pekerja Nasional (SPN) PT Panamtex menggelar audiensi dengan DPRD Kabupaten Pekalongan, Rabu, 6 Agustus 2025, guna meminta fasilitasi penyelesaian persoalan ketenagakerjaan yang belum terselesaikan.
“Kami dari serikat pekerja menginginkan DPRD memfasilitasi kami untuk dapat membantu menyelesaikan permasalahan ketenagakerjaan di PT Panamtex,” ujar perwakilan SPN, Tabi’in, usai audiensi.
Tabi’in mengungkapkan bahwa setelah batal pailit, buruh berharap perusahaan kembali beroperasi. Namun hingga kini, tidak ada kejelasan dari pihak manajemen.
“Sampai saat ini ditunggu oleh pekerja tidak ada komunikasi. Setelah itu, kami mengajukan perundingan kepada perusahaan ternyata tidak ditemui. Baru setelah mediasi kemarin itu datang,” katanya.
Saat perwakilan perusahaan datang dalam mediasi, Tabi’in menyampaikan bahwa para pekerja meminta kepastian status kerja mereka. Namun, ketika menanyakan hak-hak pekerja seperti upah atau kompensasi karena diliburkan, perusahaan tidak bersedia membayar.
“Setelah datang, kami minta kepastian apakah kami masih menjadi pekerja atau tidak. Nah itu masih dianggap sebagai pekerja. Giliran kami menanyakan hak-hak kami terkait upah atau jika tidak diberangkatkan maka diliburkan, otomatis kami minta kompensasi, pihak perusahaan tidak mau membayar itu,” lanjut Tabi’in.
Atas kondisi tersebut, pihaknya mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja (PHK) karena perusahaan tidak membayar gaji selama tiga bulan berturut-turut.
“Itu kan ada pesangonnya. Lha ini kami tadi meminta fasilitasi agar ketemu langsung dengan pengusaha. Sudah diundang tapi Pak Husni tidak datang, tidak tahu alasannya kenapa. Kami sudah menunjukkan itikad baik dengan perusahaan. Kami mencoba berkomunikasi dengan perusahaan dan melibatkan pemerintah yaitu Disnakertrans tetapi sampai saat ini tidak ada titik temu,” ujarnya.
Tabi’in menegaskan, tuntutan para pekerja cukup sederhana yakni jika perusahaan tidak bisa beroperasi, maka hak-hak pekerja harus diselesaikan.
“Kalau selama ini kami sudah bekerja selama 30 tahun ya pesangon kami tolong diperhitungkan. Kalau tidak mampu ya tolong kemampuan perusahaan berapa ayo dimusyawarahkan. Yang penting kami itu tidak merasa didzolimi setelah bekerja selama 30 tahun,” tandasnya.
Ia menjelaskan, seluruh pekerja kini dalam kondisi menganggur dan masih menunggu kepastian dari perusahaan.
“Kalau sudah ada kejelasan kami mau pindah kan enak, enaknya artinya nanti ketika kita menjadi karyawan baru tidak terbebani, tidak punya tanggung jawab lain. Coba kita statusnya masih terikat sebagai karyawan dan bekerja di tempat lain, dan tiba-tiba nanti dipanggil, ya kalau dipanggil, lha kalau tidak dipanggil kan susah,” ucapnya.
Sejak September 2024 hingga Agustus 2025, para pekerja mengaku tidak mendapatkan penghasilan. Mereka hanya mengandalkan tabungan dari Jaminan Hari Tua untuk bertahan.
“Sehari-hari kita mengandalkan tabungan yang masih ada yaitu dari jaminan hari tua. Kemarin kan kita masih bisa ngambil, lha itu kita berhemat sambil menunggu sisa-sisa gaji yang masih ada,” tutur Tabi’in.
Menurutnya, kebutuhan rumah tangga yang paling berat adalah pendidikan dan kesehatan anak.
“Yang menjadi problem kita kan kalau makan orang kampung makan semampunya, namun biaya pendidikan dan kesehatan, seperti uang saku anak sekolah setiap hari itu yang menjadi problem di rumah tangga paling serius,” imbuhnya.
Tabi’in berharap DPRD tetap mengawal perjuangan para pekerja sebagaimana saat proses pailit.
“Kalau dulu kan mengawal kami sampai ke Jakarta, itu sudah ditunjukkan. Setelah batal pailit timbul masalah baru perusahaan tidak bisa beroperasi, harapannya tetap mengawal kami sampai terealisasi hak-haknya para pekerja,” tegasnya.
Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Pekalongan, M. Haqqi Hasenda, yang juga memimpin rapat tersebut menegaskan pentingnya kehadiran langsung pemilik perusahaan dalam dialog.
“Kami sudah berupaya maksimal, tapi tanpa kehadiran pemilik, sulit mencapai titik temu,” ujarnya.
Kuasa hukum PT Panamtex M. Dasuki mengakui perusahaan menghadapi tantangan berat pasca batal pailit, termasuk kesulitan keuangan dan kepercayaan dari pemasok.
“Saat ini perusahaan tengah menjajaki investor baru dan menawarkan skema pembayaran bertahap.” Jelasnya.
Rapat ditutup Wakil Ketua Komisi D, Mashadi, yang meminta kuasa hukum segera menyampaikan kepada pemilik PT Panamtex agar hadir langsung dalam pertemuan selanjutnya.
“Agar solusi konkret dapat ditemukan secara terbuka dan konstruktif,” tandasnya.
Jurnalis: Lingkar Network
Editor: Utia Lil