DPRD Pati Minta Pemdes Verifikasi dan Validasi Penerima Bansos

Suasana di tempat parkir depan Kantor Kecamatan Winong, Pati saat warga mengambil bansos. (ARF/Beritajateng.id)

Suasana di tempat parkir depan Kantor Kecamatan Winong, Pati saat warga mengambil bansos. (ARF/Beritajateng.id)

PATI, Beritajateng.id – Banyaknya penerima bantuan sosial (bansos) yang tidak tepat sasaran, terus mendapatkan berbagai perhatian dari masyarakat. Pasalnya, banyak golongan yang dirasa mampu justru memperoleh bansos tersebut. Sementara, warga yang benar-benar membutuhkan dan tergolong tidak mampu justru tidak memperoleh bantuan sama sekali.

Menanggapi kasus tersebut, anggota komisi D DPRD Pati, Wardjono menilai perlu adanya verifikasi dan validasi (verval) atau verifikasi faktual terkait penerima bansos tersebut.

Wardjono mengungkapkan, data penerima bansos yang diterima warga berasal dari pemerintah desa. “Jadi usulan penerima bansos datang dari bawah, dalam hal ini desa. Karena pemerintah desa yang lebih tahu siapa yang berhak mendapat prioritas bansos,” terang politisi dari Partai PKS ini pada Rabu (9/3).

Baca Juga

DPRD Pati Muntamah Dukung PTM Terbatas 50 Persen

Menurutnya, pemberian bansos harus tepat sasaran sehingga bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Khususnya mendongkrak warga yang kurang mampu, sehingga terjadi keseimbangan sosial.

“Perlu dilakukan verifikasi faktual. Pendataan yang baik dari pemerintah desa tentu akan menghasilkan data yang tepat sasaran,” imbuhnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Tri Haryumi, Kepala Bidang (Kabid) Pemberdayaan Sosial dan Penanganan Fakir Miskin Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Pati.

Baca Juga

Laju Covid-19 Melandai, DPRD Pati Minta Recovery Ekonomi

Tri Haryumi menegaskan, dasar hukum penerima bantuan sosial adalah Peraturan Menteri Sosial Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial. Sehingga jika nantinya diketahui ada kecurangan data, maka pihak pemerintah desa selaku pendata dapat diberi sanksi 2 tahun penjara atau denda sebesar 50 juta.

Ia menambahkan, jika ada orang kategori mampu memperoleh bansos itu termasuk orang yang tidak punya rasa malu.

“Kalau sudah mampu masih minta bansos, itu namanya tidak tahu malu. Contoh, ada warga yang rumahnya sudah mewah tapi di depannya ada cap tulisan “penerima PKH (Program Keluarga Harapan, Red)”. Apa tidak malu?” ujarnya. (Lingkar Media Network | Beritajateng.id)

Exit mobile version