REMBANG, Beritajateng.id – Warga Desa Banyudono, Kecamatan Kaliori, kembali mendesak agar pabrik pengolahan ikan di sekitar wilayah setempat berhenti beroperasi sementara.
Dalam audiensi lanjutan bersama DPRD Rembang, Kamis, 18 September 2025, Ketua RT 3 Desa Banyudono, Duri mengatakan saran pemberhentian operasional sementara bertujuan agar pabrik fokus menangani masalah limbah yang mengganggu masyarakat sekitar.
“Kalau perusahaan berhenti sementara, mereka akan lebih serius menangani limbah. Kalau (hanya) diberi tenggang waktu (tapi tetap beroperasi, red.), nanti akan molor seperti pengalaman sebelumnya,” katanya.
Ia juga mempertanyakan penerbitan dokumen perizinan teknis lingkungan (Pertek) untuk pabrik pengolahan ikan PT Indo Seafood meski kondisi lingkungan belum membaik.
“Katanya tadi sudah ada pertek, tapi mau saya sanggah juga, masyarakat Banyudono justru malah tertekan. Kalau faktanya belum normal kok sudah dikasih pertek kan lucu, faktanya gitu. Kita masyarakat tahunya kan di lingkungan, kok pertek keluar, (sementara) fakta lingkungan masih rusak,” lanjutnya.
Ketua Forum Masyarakat Peduli Lingkungan Pantai, Afif mengatakan, limbah cair yang dialirkan melalui pipa pembuangan ke laut telah merusak ekosistem laut dan mengancam kehidupan nelayan setempat.
Ia mengungkap pernah terjadi kasus seorang nelayan meninggal dunia usai menyelam mencari kerang. Korban sempat dirawat di rumah sakit dengan gejala muntah hitam yang diduga akibat paparan limbah beracun.
“Limbah pabrik itu baunya menyengat. Bahkan warga tidak bisa menjemur pakaian di luar rumah karena bau limbah menempel,” ujar Afif.
Lebih jauh, Afif juga menyoroti cerobong asap pabrik yang mengeluarkan material hitam pekat. Menurutnya limbah asap itu tidak hanya mengganggu udara, tetapi juga merusak atap rumah warga.
Material tersebut, kata dia, bisa merusak galvalum dan baja ringan yang seharusnya bertahan hingga 10 tahun, namun kini rusak dalam waktu kurang dari empat tahun. Dampak dari pencemaran ini menurutnya telah menjangkau radius hingga 10 kilometer lebih.
“Kesehatan warga menurun, biota laut mati, dan pantai terancam tidak lagi layak untuk wisata. Kami mendorong adanya penanganan dari pemerintah pusat hingga daerah,” tegasnya.
Menanggapi tuntutan tersebut, Manager Operasional PT Indo Seafood, Nanang mengatakan pihaknya terbuka terhadap evaluasi dan rekomendasi dari pihak ketiga, seperti konsultan lingkungan. Ia mengaku bahwa proses perbaikan tengah dilakukan secara bertahap, namun hasilnya memang belum terlihat.
Terkait desakan penutupan sementara pabrik, ia menyayangkan usulan tersebut karena perusahaan saat ini menyerap lebih dari 1.000 tenaga kerja dan menggantungkan pasokan bahan baku dari nelayan lokal.
“Kami hormati regulasi yang ada, tapi keputusan penutupan itu wewenangnya kementerian,” jelas Nanang.
Sementara Ketua DPRD Rembang, Abdul Rouf mengatakan, pihaknya akan segera menggelar pertemuan lanjutan dengan melibatkan pihak-pihak berwenang, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), guna mencari solusi yang menyeluruh.
“Kita akan segera buat surat dan undang KLHK, DLHK Provinsi, dan pihak-pihak terkait,” kata Rouf.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Rembang, Ika Himawan Afandi menegaskan, penanganan kasus inii berada di bawah kewenangan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK. Pihaknya telah mengirim rekomendasi, namun belum mendapatkan hasil atau laporan resmi dari Gakkum.
“Gakkum bekerja secara silent, jadi kami tidak tahu progresnya. Kami juga tidak diberi hasil investigasi dari perusahaan,” ungkapnya.
Jurnalis: Muhammad Faalih
Editor: Tia