REMBANG, Beritajateng.id – Laporan evaluasi kinerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Rembang, yang dilakukan oleh Universitas Muhammadiyah Surakarta, telah mengungkap sejumlah temuan krusial terkait kondisi keuangan dan pengelolaan aset di PT Aneka Rembang.
Dalam laporan tersebut, disebutkan bahwa dana cadangan yang tercatat dalam neraca PT Aneka Rembang terus menunjukkan peningkatan setiap tahun. Hal ini sesuai dengan Perda Kabupaten Rembang Nomor 5 Tahun 2020 yang mengatur penyisihan 20% dari laba bersih.
Namun, realitanya, dana cadangan ini hanya tercatat sebagai angka dalam laporan, tanpa adanya uang yang benar-benar tersedia.
Akibatnya, meskipun perusahaan mengalami kesulitan keuangan, mereka tidak dapat memanfaatkan dana cadangan tersebut, yang tidak dipaparkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Lebih lanjut, temuan lain menunjukkan bahwa persediaan PT Aneka Rembang juga tidak mencerminkan kondisi sebenarnya. Stock opname yang dilakukan pada tahun 2023 menemukan selisih nilai persediaan sekitar Rp 500 juta, yang mengindikasikan adanya ketidaksesuaian antara laporan dan keadaan riil.
Selain itu, banyak aset yang dimiliki oleh Unit Usaha Apotek telah rusak dan hilang, yang bertentangan dengan laporan audit dan LHP Inspektorat. Situasi ini menjadi Pekerjaan Rumah (PR) bagi PT Aneka Rembang untuk menyusun laporan konsolidasi yang akurat.
Masalah lain yang mencuat adalah terkait penghapusan aset tetap. Dua mesin mini offset yang hilang akibat pencurian pada tahun 2009 diketahui belum dihapus dari pencatatan, sehingga nilai aset tetap masih tercatat meskipun sudah tidak ada.
Hal ini menyebabkan pembengkakan nilai aset yang tidak mencerminkan kondisi sebenarnya.
Dalam rapat BUMD, anggota Komisi II, Dumadyono dari Partai Hanura, menyampaikan, secara garis besarnya total dividen mencapai Rp 11,843 miliar.
“Namun, sangat disayangkan bahwa PT RME (Rembang Migas Energi) dan PT RSJ (Rembang Bangkit Sejahtera Jaya) selama empat bulan tahun terakhir belum menyetor dividen ke Pemerintah Kabupaten Rembang,” ungkapnya.
Sementara itu, anggota Komisi II lainnya, Joko Supriadi dari Partai Demokrat, menyoroti bahwa hasil evaluasi dan kenyataan di lapangan sangat berbeda. Bahkan, beberapa pembayaran harus dicicil, sementara laporan keuangan menunjukkan kondisi yang bagus.
“Hal ini sangat kontras dengan laporan yang disampaikan oleh pihak perusahaan,” ujarnya.
Dengan berbagai temuan ini, bupati dan Kabag perekonomian diharapkan segera memanggil para Dirut BUMD agar memperbaiki kinerja dan transparansi dalam pengelolaan perusahaan.
Jurnalis: Vicky Rio
Editor: Utia Lil