DEMAK, Beritajateng.id – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Demak menemukan banyaknya lahan warga di masterplan proyek Hybrid Sea Wall. Proyek itu sendiri bertujuan mengatasi masalah banjir dan rob di wilayah pesisir Kota Wali.
Bupati Eisti’anah mengungkap, pihaknya akan terus mendorong agar proyek Hybrid Sea Wall dapat segera terealisasi. Namun, pihaknya mendapati banyaknya lahan warga yang terdampak dalam proyek ini.
Ia mengungkap, masterplan proyek Hybrid Sea Wall itu dirancang oleh akademisi dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.
“Kami terus mengajukan, infonya mungkin di tahun 2026. Berdasarkan laporan dinas terkait yang sudah rapat dengan provinsi, memang itu masalahnya ada perbedaan persepsi dengan yang disampaikan oleh akademisi dari Undip,” ujarnya.
Menurutnya, masterplan yang disusun Undip hanya merujuk pada peta kepemilikan lahan dari BPN. Padahal, banyak lahan warga yang belum bersertifikat namun tercatat dalam Letter C atau dokumen administrasi pertanahan yang masih berlaku di banyak desa.
“Mereka (akademisi) itu membuat masterplan berdasarkan dari peta yang ada di BPN. Padahal sertifikat tidak hanya di BPN tapi di Letter C. Nah, mereka belum menyadari hal tersebut,” lanjutnya.
Eisti’anah juga menyampaikan, masterplan yang telah dirancang terdapat banyak lahan masyarakat yang terdampak. Hal ini baru diketahui setelah dilakukan pengecekan menyeluruh, termasuk dokumen Letter C di tingkat desa.
“Kami dari Pemkab Demak kemarin menyampaikan itu masih banyak lahan masyarakat, sehingga itu perlu dipertimbangkan,” katanya.
Dengan temuan ini, pihaknya berharap agar tim akademisi dapat melakukan evaluasi ulang terhadap rencana pembangunan, termasuk kemungkinan perubahan titik koordinat agar lahan masyarakat tidak terdampak.
“Kami prinsipnya akan terus melakukan sosialisasi serta berharap lahan warga tidak terkena dampak dari pembangunan itu. Karena jika terkena lahan warga, akan memunculkan permasalahan ke depan seperti yang terjadi pada Tol Seksi 1,” ungkapnya.
Ia juga menegaskan bahwa evaluasi ini penting untuk menghindari konflik agraria yang berlarut-larut serta menjaga hak masyarakat yang selama ini belum seluruhnya tercatat di sistem pertanahan modern.
“Itu akan dikaji kembali. Mungkin titik koordinatnya akan digeser,” pungkasnya.
Jurnalis: *Red
Editor: Tia