SEMARANG, Beritajateng.id – Kuasa hukum keluarga almarhumah dr. Risma, Misyal Achmad, menyatakan bahwa pihaknya masih mencari tahu secara pasti para pelaku intimidasi terhadap dr. Risma.
Namun, ia mengungkapkan bahwa pihaknya telah melaporkan senior-senior yang diduga terlibat. Saat ini mereka sedang diselidiki oleh pihak kepolisian.
Misyal mengungkap bahwa almarhumah dr. Risma sempat melaporkan kejadian tersebut kepada Kaprodi (kepala program studi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran Undip, Taufik Eko Nugroho dan pimpinan terkait, namun tidak mendapatkan tanggapan.
“Jika nanti terbukti dalam penyelidikan kepolisian dengan data dan bukti yang kami berikan, maka kaprodi tersebut bisa dijadikan tersangka karena pembiaran. Seharusnya dia bertanggung jawab,” tegas Misyal dalam keterangan pers pada Rabu malam, 18 September 2024.
Dalam kesempatan tersebut, Misyal menjelaskan posisi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam kasus ini. Ia menekankan bahwa Kemenkes hanya menyediakan wadah untuk melakukan penyelidikan.
“Dokter itu milik Kemenkes, tapi saat dia melakukan belajar mengajar itu milik Kemendikbud. Semua programnya yang membuat Kemendikbud,” ujarnya.
Misyal mengkritik kaprodi yang memberikan mandat belajar kepada residen atau senior tanpa kejelasan program dan batasan yang pasti.
“Harusnya mereka punya SOP, belajar sampai jam sekian, di ruang operasi sampai jam sekian, layaknya manusia yang punya batasan kemampuan,” katanya.
Misyal mengungkapkan terdapat tiga orang yang akan melaporkan kasus serupa, namun mereka sedang meminta jaminan dari Kemendikbudristek berupa surat yang menyatakan pendidikan mereka tidak akan terhambat. Selain itu, mereka meminta jaminan karir dari Kemenkes serta perlindungan dari kepolisian.
Terkait kasus dr. Risma, Misyal optimistis bahwa kurang dari 20 hari akan ada tersangka yang muncul terkait pemerasan.
“Kalau perundungan itu kan harus masih hidup orang-orangnya, jadi kita berharap dari tiga orang ini akan melaporkan,” katanya.
Ketiga orang yang dimaksud oleh Misyal merupakan teman seangkatan dr. Risma. Misyal menegaskan bahwa ini adalah tindak kriminal yang luar biasa.
“Salah satu dokter yang direkomendasikan oleh Kejaksaan Agung untuk ikut PPDS sempat diperas sampai hampir 500 juta,” ungkapnya.
Misyal menekankan bahwa kasus tersebut harus benar-benar diselesaikan hingga bersih. Sebab, kasus tersebut merupakan kejahatan yang dilakukan oleh kaum intelektual.
“Terlihat elegan, terlihat pintar, terlihat baik tapi sadis,” ujarnya.
Ia menyampaikan keprihatinannya mengenai dokter-dokter yang seharusnya merawat pasien justru terlibat dalam praktik-praktik yang tidak benar.
Ia menambahkan, banner yang tertempel di belakang tempat pres release bertuliskan “Wafatnya dr.Aulia Risma Lestari pada 12 Agustus 2024 sebagai Hari Stop Bully Nasional” mengandung pesan dan harapan.
“Tulisan ini sebagai harapan bahwa almarhum bisa menjadi pahlawan di dunia kesehatan. Saya minta kepada menteri ketika tersangka sudah ditentukan, saya minta menteri mengeluarkan penghargaan kepada almarhumah sebagai pahlawan di dunia kesehatan dan tanggal 12 Agustus menjadi hari Stop Bully Nasional untuk Indonesia bukan hanya untuk Semarang,” tambahnya. (Lingkar Network | Rizky Syahrul Al-Fath – Beritajateng.id)