SALATIGA, Beritajateng.id – Kuasa hukum Koperasi Bahana Lintas Nusantara (BLN) Salatiga, Muhammad Sofyan, menanggapi polemik yang terjadi usai kebijakan konversi layanan dari Si Pintar ke Si Jangkung. Ia menegaskan bahwa keputusan tersebut merupakan langkah kelembagaan koperasi dan bukan keputusan sepihak dari satu individu.
Menurutnya, konversi layanan tersebut dipicu oleh sejumlah faktor, termasuk tingginya curah hujan yang berdampak pada unit usaha mitra koperasi seperti BLN di sektor pertambangan, serta adanya persoalan manajerial internal.
“Faktor dinamika manajemen adalah realitas yang tak terhindarkan. Karena itu, pengurus koperasi mengambil langkah evaluatif dan strategis, termasuk mengalihkan layanan dari Si Pintar ke Si Jangkung,” ujar Sofyan dalam konferensi pers, Kamis, 5 Juni 2025.
Terkait adanya berbagai ekspresi keberatan dari anggota Koperasi BLN, termasuk aksi protes di media sosial hingga pelaporan ke kepolisian, Sofyan menyatakan bahwa pihaknya menghargai semua bentuk aspirasi anggota.
“Sebagian anggota bahkan menempuh jalur hukum melalui gugatan perwakilan kelompok atau class action. Itu adalah hak konstitusional mereka yang kami hargai,” tambahnya.
Sofyan mengkonfirmasi bahwa gugatan perwakilan kelompok tersebut telah terdaftar di Pengadilan Negeri Salatiga dengan nomor perkara 44/Pdt.G/2025/PN Salatiga, diajukan oleh anggota yang mewakili para pemegang layanan Si Pintar di berbagai daerah.
Menanggapi itu, ia menyampaikan bahwa koperasi tetap akan mengikuti proses hukum yang berlaku dan telah menyiapkan tim hukum untuk menghadapi gugatan tersebut secara serius.
Meski demikian, Sofyan menekankan bahwa koperasi sebagai badan hukum idealnya menyelesaikan persoalan internal melalui mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Perkoperasian.
“Dalam Pasal 34 ayat 2 UU Perkoperasian dijelaskan bahwa tidak dikenal sanksi pidana dalam ruang lingkup koperasi. Maka penyelesaiannya seharusnya tetap dalam koridor administratif dan mekanisme internal koperasi,” jelasnya.
Pihaknya juga menyatakan telah menjalin koordinasi dengan pihak kepolisian, termasuk Polda Jawa Tengah, untuk menyampaikan permohonan agar perkara yang masih berproses secara perdata bisa diprioritaskan sebelum masuk ranah pidana.
“Kami mengajukan asas hukum ultimum remedium, bahwa pidana adalah langkah terakhir jika upaya administratif dan perdata tidak berhasil. Prinsipnya, kami ingin koperasi ini tetap utuh dan bisa segera pulih,” jelasnya.
Sofyan menyampaikan bahwa koperasi kini tengah menyiapkan program pemulihan (recovery) yang akan dibahas dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT) mendatang. “Program strategis telah disiapkan pengurus dan akan diumumkan dalam RAT sebagai wujud komitmen kami terhadap transparansi dan pemulihan,” pungkasnya.
Jurnalis: Angga Rosa
Editor: Sekar S