KUDUS, Beritajateng.id – Wilayah Kabupaten Kudus diproyeksikan menjadi titik pusat (hub) utama dalam proyek pembangunan sistem transportasi massal lintas kabupaten. Diketahui, proyek ini bakal dikerjakan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
“Proyek tersebut akan dimulai dengan proses identifikasi jalur pada tahun 2026 dan ditargetkan mulai konstruksi pada 2027,” ujar Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kudus Sulistiyowati, Sabtu, 10 Agustus 2025.
Rencana sistem transportasi massal itu, kata dia, juga mendapatkan persetujuan Bupati Kudus Sam’ani Intakoris. Menurutnya tanpa persetujuan Pemkab Kudus maka proyek tersebut tidak bisa berjalan.
Berdasarkan pemaparan dari Provinsi Jateng, Sulis menjelaskan sistem transportasi massal tersebut akan menghubungkan beberapa wilayah seperti Jepara, Pati, dan Demak, dengan Kudus sebagai titik pusatnya.
“Jika Kudus tidak menjadi bagian dari proyek ini, maka jalur dari Demak ke Jepara dan Pati akan sulit direalisasikan,” ujar dia.
Sementara tahapan identifikasi jalur, kata dia, akan dikerjakan secara bersama dengan melibatkan banyak pihak, sehingga tidak bisa hanya Pemkab Kudus sendiri yang menentukan jalurnya.
Ia mengungkap seluruh pembiayaan proyek tersebut bersumber dari APBD Provinsi Jawa Tengah, termasuk penyediaan armada, pembangunan shelter, dan sarana pendukung lainnya.
“Ini semua anggaran dari provinsi. Karena lintas kabupaten, jadi semuanya ditanggung APBD Provinsi Jateng,” katanya, menambahkan.
Adapun alasan utama pembangunan transportasi publik ini, diantaranya untuk mengatasi kemacetan, khususnya di jalur-jalur padat seperti arah Kudus-Jepara yang kerap mengalami kepadatan pada jam-jam sibuk.
“Kalau kita lihat sekarang, Kudus sudah mulai macet terutama ke arah Jepara. Maka penting untuk membangun sistem transportasi publik yang nyaman, agar warga beralih dari kendaraan pribadi,” ujar dia.
Lebih lanjut, ia mengatakan keberadaan transportasi massal itu juga diharapkan dapat menurunkan emisi karbon karena berkurangnya kendaraan pribadi di jalan.
Meski demikian, ia menuturkan layanan tersebut bukan gratis dengan nominal yang ramah di kantong.
“Seperti Trans Jogja atau Trans Semarang yang hanya sekitar Rp 4.000 sampai Rp 6.000,” katanya.
Sistem transportasi ini nantinya akan menerapkan sistem halte khusus, tidak seperti angkutan konvensional yang bisa diberhentikan di sembarang tempat.
“Naik turunnya di halte, tidak bisa sembarangan nyegat. Karena ini transportasi publik modern, ya harus tertib,” ujar dia.
Jurnalis: Lingkar Network
Editor: Utia Lil