BANDA ACEH, Beritajateng.id – Induk organisasi profesi wartawan Indonesia, PWI sempat limbung. Dualisme kepemimpinan, saling klaim soal keabsahan, berujung pada ricuh tak berkesudahan. Baiklah, kita tak bahas lagi soal konflik itu darimana akarnya. Namun, dikemas lewat Kongres Persatuan pada 30-31 Agustus 2025, ada semangat rekonsiliasi, yakni meneguhkan yang tercerai berai.
Persis, 21 Juli 2025, jam 20.18 WIB, Teguh Santosa, hubungi penulis. Lewat panggilan WhatsApp, Dosen UIN Syarif Hidayatullah itu mengatakan bahwa, dirinya akan maju sebagai calon Ketua Umum PWI, bagaimana pendapatmu, cecarnya tanpa memberi kesempatanku untuk berpikir.
Sontak, tentu saja aku kaget atas pertanyaan itu, mesti kabar ihwal majunya Teguh di internal Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), seperti angin mamiri, sebagai simbol kelembutan dan kerinduan yang menitipkan pesan lewat angin. Sejuknya terasa, tapi tak terlihat.
Tanpa berpikir panjang, aku pun menjawab, “Siap mendukung, Tum!, jawabku dengan mantap. Dia kemudian pun menjelaskan cita-cita, semangat dan panggilan hatinya tentang keinginannya untuk meneguhkan kembali PWI.
“PWI ini organisasi wartawan tertua. Harus kita selamatkan dan abang kau ini harus mengambil tugas-tugas penyelamatan ini,” katanya kemudian.
Ya, mengenal nama Teguh memang sudah sangat lama, tapi intensitas pertemuan dan diskusi dengan pria pendiri RMOL Network itu, baru terjalin karib sejak 2018.
Jalinan pertemanan kami pun seolah tanpa celah. Bukan tentang dia sebagai Ketua Umum JMSI dan penulis, pengurus provinsi. Kami sudah seperti saudara, tak ada sekat. Dia hebat membangun hubungan. Bisa jadi, karna memang dia Dosen Hubungan Internasional di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Teguh membangun JMSI dengan sepenuh jiwa. Tak banyak bicara, dia bekerja. Meski tak terlihat dalam tataran operasional, pria yang menulis banyak buku itu, kerap terjemahkan kerja-kerja lapangan dengan konseptual.
Meski terbilang baru, Teguh berhasil membawa perahu JMSI hingga menjadi konstituen Dewan Pers. Walau begitu, dia selalu berkata, capaian itu bukan kerja-kerja dia sendiri, semua proses yang terjadi, berkat kerja keras semua kawan-kawan daerah.
Jadi, Ini bukan tentang keberhasil Teguh seorang, tapi ini tentang kerja sama tim, katanya saat menerima SK JMSI sebagai konstituen Dewan Pers di Bandung, Jawa Barat, diawal 2022.
Kembali soal Teguh dan PWI, dia menyambung pembicaraan, tentang cita-citanya untuk organisasi itu dan tentang semangat yang akan dilakukannya nanti jika Allah berkehendak dan kawan-kawan mempercayainya.
Lebih dari 15 menit kami bercerita dan berdiskusi. Meski tak menatap gestur dan wajahnya, tapi dari intonasi suaranya, aku bisa memastikan ada semangat dan keikhlasan dari tiap lontaran kata-katanya.
Ya, Teguh bukan malaikat. Dia sosok manusia biasa, sama seperti kita semua. Profesinya wartawan. Pernah turun meliput perang di Afghanistan. Tapi, sejak mengenal dia, satu hal yang mungkin menurutku dia hebat, yakni tentang integritas profesi.
Baginya, integritas tak bisa ditawar, dinego, ataupun dijual. Dia teguh memegang prinsip itu, sama seperti namanya, Teguh. Tapi lebih dari 8 tahun berinteraksi dengannya, nilai-nilai itu kerap tercermin dalam kerja-kerja bersamanya.
Harapan itulah yang kemudian coba aku sematkan pada diri Teguh di kongres PWI nanti. Memang, penulis tak punya hak suara atau kuasa memaksa para pemilih untuk memilihnya. Namun, jangan lupa, selalu ada doa yang masih bisa kita munajatkan pada sang kuasa. Penguasa langit dan bumi dan pemilik hati manusia.
Sungguh, Allah maha membolak-balikan hati. Dari ujung Sumatra, bersimpuh dan berdoa, agar Teguh, di Kongres PWI mendatang, ditakdirkan untuk bisa kembali meneguhkan PWI yang sempat tercerai berai.
Penulis: Hendro Saky, Ketua JMSI Aceh.