REMBANG, Beritajateng id – Petani garam di Kabupaten Rembang berharap pemerintah memberi perhatian lebih agar harga jual garam bisa naik dan stabil.
“Harapannya, harganya bisa dinaikkan lagi. Sekarang ini harga jual masih di angka Rp1.300 per kilogram. Itu termasuk murah. Bagusnya kalau bisa di angka Rp2.000,” ujarnya.
Menurut Parimin (70), petani garam asal Desa Kedungwatu, Kecamatan Sumber, harga garam yang tidak bagus turut membuat profesi ini tak banyak diminati generasi penerus.
Ia mengaku khawatir akan terjadi krisis penerus di sektor produksi garam tradisional. Rendahnya harga jual garam dianggap menjadi penyebab utama minimnya minat generasi muda untuk melanjutkan profesi tersebut.
“Anak muda sekarang lebih memilih kerja di pabrik. Jadi petani garam nggak mau. Yang masih bertahan ini ya generasi kelahiran 50-an, 60-an,” ujar Parimin.
Hal senada disampaikan oleh Siswanto (49), petani garam dari Desa Dresi. Ia menyebut bahwa ketidakstabilan harga membuat masa depan petani garam semakin tidak menentu.
“Harapan ke depan ya produksi meningkat, harga juga naik. Pemerintah harus lebih memperhatikan petani-petani garam seperti kami ini, soalnya ini produksi tradisional. Kalau harga bagus, kehidupan petani terjamin. Otomatis, generasi penerus pun akan tertarik,” ucap Siswanto.
“Kalau seperti ini terus, saya rasa tahun 2030 ke atas sudah nggak ada lagi petani garam. Pemuda-pemuda sekarang nggak tertarik,” imbuhnya.
Menurutnya, harga garam saat ini masih berkisar antara Rp1.000 per kilogram. Bahkan di musim panen raya, harga bisa anjlok hingga Rp300–350. Situasi tersebut diperparah dengan tingginya biaya kebutuhan hidup yang tidak sebanding dengan penghasilan sebagai petani garam.
“Kalau dibilang sejahtera, ya belum juga. Kebutuhan makin mahal, tapi harga garam nggak naik-naik. Kami harap petani garam ini tetap diuri-uri (dijaga kelestariannya),” ujar Siswanto yang telah delapan tahun menjadi petani garam.
Apabila perhatian terhadap nasib petani garam ditingkatkan, kata dia, bukan tidak mungkin profesi ini akan tetap dilirik generasi muda. Terlebih, Rembang dikenal sebagai salah satu daerah penghasil garam utama.
“Padahal Rembang ini kota garam. Sebenarnya kalau diperhatikan, bagus juga untuk mata pencaharian. Biarpun musiman, tapi tetap bisa jadi penghasilan tambahan. Kalau musim hujan bisa garap sawah, musim kemarau ke tambak garam. Jadi seimbang,” pungkasnya.
Jurnalis: Lingkar Network
Editor: Tia