REMBANG, Beritajateng.id – Kecamatan Lasem, Rembang, yang terkenal dengan batik khasnya kini mengalami krisis lantaran minimnya pekerja muda di industri tersebut. Para pemuda dinilai lebih memilih bekerja di sektor pabrik daripada menjadi pembatik.
Salah satu pembatik di Lasem, Siti, menuturkan bahwa generasi muda saat ini lebih memilih bekerja di pabrik karena gaji yang lebih besar dan pekerjaan yang lebih mudah.
Ia mengakui bekerja sebagai pembatik hanya menerima gaji harian, tidak seperti para pekerja pabrik.
“Anak muda pada ke pabrik sekarang, nggak mau soalnya anak sekarang minimal SMA, SMA daripada mbatik itu ya enak di pabrik, Mas. Gajinya banyak di pabrik, Mas,” kata Siti, Senin, 16 Juni 2025.
Hal yang sama juga diungkap pekerja batik lainnya dari Kecamatan Pancur, Istiqomah. Menurutnya, generasi muda saat ini kurang sabar dan kurang teliti dalam membatik.
“Poinnya kurang sabar, kurang teliti,” katanya.
Menurutnya, proses pembuatan batik terbilang rumit. Hal ini membuat batik dari Lasem cukup mahal. Sehingga, dalam prosesnya dibutuhkan kesabaran dan ketelitian.
Ia menjelaskan bahwa proses pembuatan batik tulis motif sekar jagad, misalnya, membutuhkan waktu yang lama dan beberapa tahapan, seperti menggambar pola, isen-isen, nglilin, nerusi, nembok, dan mewarnai.
Adapun harga paling murah batik khas Lasem yakni sekitar Rp 200.000 untuk satu warna, sedangkan yang paling mahal bisa mencapai Rp 10 juta untuk ukuran 240 x 115 cm.
Jurnalis: Muhammad Faalih
Editor: Utia Lil