SALATIGA, Beritajateng.id – Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Kota Salatiga mengungkap mekanisme penetapan Upah Minimum Kota (UMK) 2026 masih menunggu arahan resmi dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng).
Kepala Disperinaker Kota Salatiga, Agung Hindratmiko mengatakan biasanya surat edaran atau petunjuk teknis akan diterbitkan setelah data makro seperti inflasi dan pertumbuhan ekonomi daerah dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
“Prosesnya masih menunggu tahap tersebut. Setelah itu, baru kami bisa melakukan pembahasan lebih lanjut bersama dewan pengupahan,” ujarnya, Senin, 20 Oktober 2025.
Terkait proyeksi kenaikan UMK 2026, Agung menjelaskan bahwa UMK Kota Salatiga tahun 2025 sebesar Rp 2.533.583. Untuk tahun depan, perhitungannya akan mengikuti formula sesuai PP Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan.
“Kalau melihat tren inflasi dan pertumbuhan ekonomi provinsi yang stabil, kemungkinan ada kenaikan moderat, kisarannya sekitar 3–5 persen. Namun tentu ini masih perkiraan awal sebelum ada kebijakan pemerintah pusat seperti tahun kemarin yang diatur melalui Permenaker Nomor 16 Tahun 2024,” paparnya.
Agung menambahkan, faktor yang menjadi pertimbangan utama dalam penetapan UMK antara lain inflasi, pertumbuhan ekonomi, produktivitas tenaga kerja, serta kemampuan dunia usaha, khususnya bagi industri padat karya dan UMKM yang akan terdampak langsung oleh kenaikan upah.
Menurutnya kondisi ketenagakerjaan di Kota Salatiga saat ini dinilai relatif stabil. Bahkan tingkat pengangguran terbuka di Salatiga terus mengalami penurunan dalam dua tahun terakhir.
“Industri di Salatiga didominasi oleh skala kecil dan menengah, dengan beberapa industri besar di bidang makanan-minuman dan tekstil yang cukup berpengaruh terhadap struktur ketenagakerjaan daerah,” jelas
Selain itu, menurutnya sebagian besar pelaku industri di Salatiga sudah memahami pola tahunan penyesuaian UMK, meski industri kecil dan menengah tetap perlu melakukan adaptasi agar tetap kompetitif.
“Disperinaker terus melakukan pendampingan melalui pelatihan produktivitas dan kemitraan usaha agar pelaku industri bisa beradaptasi dengan perubahan biaya tenaga kerja,” terang Agung.
Lebih lanjut, Agung menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen menjaga keseimbangan antara kepentingan pekerja dan pengusaha dengan mengedepankan dialog sosial melalui forum tripartit.
“Setiap pembahasan UMK selalu melibatkan unsur pekerja, pengusaha, dan pemerintah daerah agar keputusan yang diambil berimbang dan diterima semua pihak. Tujuannya jelas, pekerja sejahtera, usaha tetap tumbuh berkelanjutan,” tegasnya.
Sebagai langkah awal, Disperinaker akan menggelar Rapat Koordinasi Tripartit Dewan Pengupahan pada Rabu, 22 Oktober 2025, untuk menggali pokok pikiran dari masing-masing unsur sebelum pelaksanaan sidang pleno pengupahan.
Jurnalis: *Red
Editor: Tia


















