SEMARANG, Beritajateng.id – Untuk menyambut Ramadan, tradisi Dugderan 2025 kembali digelar di Kota Semarang. Tradisi ini diketahui telah ada sejak akhir abad ke-19 yakdi pada masa Bupati R.M. Tumenggung Ario Purbaningrat sekitar tahun 1881.
Perayaan yang telah dimulai sejak zaman kolonial ini dahulu dipusatkan di kawasan Masjid Agung Semarang atau Masjid Besar Semarang (Masjid Kauman) yang terletak di pusat Kota Lama Semarang dekat Pasar Johar.
Kata Dugderan sendiri berasal dari suara bedug (dug-dug) dan suara meriam atau kembang api (der-der). Dalam acara yang berlangsung pada 17-26 Februari 2025 itu, pawai atau kirab Warak Ngendog akan menjadi puncak acara tersebut.
Diketahui, Warak Ngendog merupakan sebuah bentuk hewan imajiner atas akulturasi masyarakat Semarang. Badannya menyerupai kambing yang menjadi simbol Jawa. Sedangkan lehernya memanjang seperti unta yang menyimbolkan Arab dan kepala naga yang menjadi simbol Tionghoa.
Pelaksanaan Dugderan 2025 ini dilangsungkan di sepanjang Jalan Agus Salim dari pertigaan Hotel Metro Park View Kota Lama Semarang hingga pertigaan SJC Matahari. Akibatnya, terdapat pengalihan arus lalu lintas di ruas jalan tersebut.
Sat Lantas Polrestabes Semarang telah menyiapkan manajemen rekayasa lalu lintas yang diterapkan selama tradisi Dugderan. Pengalihan arus lalu lintas itu akan memakan waktu selama 10 hari pelaksanaan Dugderan.
“Jadi ada pengalihan arus lalu lintas selama penyelenggaraan Dugderan di Kota Semarang, mulai tanggal 17-26 Februari, jadi bisa lewat alternatif,” kata Kasat Lantas Polretabes Semarang AKBP Yunaldi, Selasa, 18 Februari 2025.
Untuk melewati pengalihan arus, pengendara bisa mengakses Jalan Pemuda, Jalan Alun-alun Timur, maupun Jalan Mpu Tantular sebagai jalan alternatif. (Lingkar Network | Syahril Muadz – Beritajateng.id)