SEMARANG, Beritajateng.id – Ketua Federasi Serikat Pekerja Indonesia Perjuangan (FSPIP) Jawa Tengah (Jateng), Karmanto, menyatakan bahwa keputusan Presiden Prabowo Subianto terkait kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2025 sebesar 6,5 persen tidak cukup memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL). Ia menegaskan bahwa pihaknya mendesak kenaikan UMP hingga di atas 10 persen.
“Kenaikan 6,5 persen itu belum mencapai angka kebutuhan hidup layak (KHL). Kami mengusulkan kenaikan sebesar 10 persen karena harga kebutuhan pokok diprediksi semakin melonjak pada 2025,” ujar Karmanto, Kamis, 5 Desember 2024.
Karmanto turut menyoroti rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada Januari 2025. Hal itu dianggap semakin membebani masyarakat, khususnya buruh.
“Belum lagi pajak naik 12 persen. Upah naik cuma 6,5 persen, tapi pengeluaran sehari-hari terus membengkak. Ini sangat memberatkan buruh, apalagi mereka yang sudah berkeluarga,” tambahnya.
Menurut Karmanto, kebijakan kenaikan UMP hanya berlaku untuk pekerja lajang dengan masa kerja di bawah satu tahun, sehingga buruh dengan tanggungan keluarga tidak mendapat manfaat yang memadai. Ia menyoroti rendahnya nominal UMP Jateng dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Jawa.
“Jawa Tengah ini UMP-nya paling rendah di Jawa. Seharusnya kenaikan bisa lebih besar untuk meningkatkan kesejahteraan buruh,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Jateng, Ahmad Aziz, mengungkapkan bahwa pihaknya masih menunggu aturan turunan dari Kementerian Ketenagakerjaan terkait perhitungan UMP.
“Permenaker sebagai dasar menghitung upah minimum belum terbit,”ujarnya.
Diketahui, keputusan akhir terkait UMP 2025 di Jateng masih menunggu tindak lanjut dari pemerintah pusat. Namun, desakan buruh agar kenaikan UMP sesuai dengan kebutuhan hidup layak terus menggema. (Lingkar Network | Rizky Syahrul Al-Fath – Beritajateng.id)