SEMARANG, Beritajateng.id – Ajudan Pj Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Tri Antoro meminta maaf secara terbuka kepada salah satu jurnalis JPNN.com bernama Wisnu Indra Kusuma yang menjadi korban represif saat melakukan wawancara atau doorstop kepada Nana Sudjana di Hotel Patrajasa beberapa waktu yang lalu.
Kejadian tersebut bermula saat Wisnu hendak menanyakan kepada Nana terkait isu PPDS Universitas Diponegoro (Undip). Namun di tengah-tengah pertanyaan, Tri Antoro secara sengaja menarik kaki Wisnu hingga terjatuh.
Permintaan maaf Tri dihadiri langsung oleh Wisnu, sejumlah wartawan, perwakilan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jateng yang di hadiri Zainal Petir, dan perwakilan Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Kota Semarang Muhammad Dafi, serta beberapa Kabag Humas Provinsi Jawa Tengah.
“Saya selaku pribadi memohon maaf kepada Mas Wisnu dan tentu rekan-rekan wartawan atas kejadian yang berlangsung pada saat bertugas di Hotel Patrajasa. Saya tidak ada niatan sedikitpun untuk melukai Mas Wisnu dan tidak ada niatan menghalang-halangi wartawan dalam memperoleh informasi,” ujar Tri Antoro di lobi Pemerintah Provinsi Jateng, Kamis, 17 Oktober 2024.
Sementara itu, Wisnu mengaku telah memaafkan tindakan Tri yang membuat ia harus melakukan perawatan di rumah sakit akibat cedera di bagian kaki. Ia berharap kejadian tersebut tidak terulang kembali kepada wartawan lain yang sedang melakukan peliputan.
“Sekarang Mas Tri sudah meminta maaf secara terbuka dan saya juga sudah memaafkan. Jujur beberapa waktu lalu Mas Tri sempat menghubungi saya untuk meminta maaf dan minta ketemu secara pribadi tapi saya tidak balas karena maunya saya minta maaf secara terbuka di hadapan para teman-teman wartawan agar menjadi pembelajar,” katanya.
Advokat dari AJI Kota Semarang Muhammad Dafi mengatakan acara tersebut sebagai edukasi bahwa pekerjaan jurnalis dilindungi oleh undang-undang. Sehingga ia berharap Pemprov Jateng memberikan sosialisasi terhadap protokoler.
“Bahwa jurnalis dalam pekerjaannya itu memang mencari sebuah kebenaran. Apalagi konteksnya ketika peristiwa Wisnu yang kemarin itu adalah kita mengklarifikasi sebuah berita, benar apa tidak berita itu. Namun malah ada kejadian yang tidak mengenakan,” katanya.
Ia menambahkan bahwa tindakan menghalang-halangi jurnalis merupakan pelanggaran.
“Untuk itu menghalangi-halangi jurnalis dalam memperoleh informasi termasuk pelanggaran. Kami juga berharap kejadian ini bisa menjadi evaluasi bersama bahwa ketika kita wawancara beliau hanya untuk mengkonfirmasi kebenaran suatu peristiwa,” ujar Dafi. (Lingkar Network | Rizky Syahrul Al-Fath – Beritajateng.id)