PATI, Beritajateng.id – Karaoke ilegal yang berdiri di atas tanah milik PT KAI di Desa Puri, Kecamatan/Kabupaten Pati ternyata sejak 2014 sudah tidak menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal ini merujuk Perda Nomor 8 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan, karaoke yang bukan masuk fasilitas hotel dan berada di tengah-tengah pemukiman warga melanggar aturan.
Pejabat Fungsional AKPD pada Bidang Pendapatan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pati Hary Setiana menjelaskan Pemkab tidak mendapat PAD dari karaoke tak berizin sejak tahun 2014, dan hal itu sudah berlaku sejak masa kepemimpinan Bupati Pati Haryanto.
Pemkab sengaja tidak menarik pajak dari tempat karaoke yang tidak berlisensi karena diyakini akan membuat tempat hiburan malam kian menjamur di Kabupaten Pati. Mengingat pendapatan yang diperoleh dari bisnis karaoke sangatlah besar. Sehingga pengusaha karaoke diyakini mau membayar pajak berapa pun jika dipungut oleh Pemkab.
“Setelah pencabutan izin oleh Bupati tahun 2014, kami tidak lagi memungut meskipun sampai saat ini mereka masih beroperasi. Alasannya, dulu di era Pak Haryanto jika memungut bisa dijadikan alasan pengusaha karaoke untuk tetap beroperasi. Padahal mereka pengusaha karaoke ini mau-mau saja membayar,” kata Hary, Senin, 29 Juli 2024.
Disinggung soal nominal yang dibayarkan oleh pengusaha karaoke ilegal sebelum tahun 2014, Hary tidak berkenan menyebutkannya. Selain memang sudah lama tidak dipungut, alasan lain adalah privasi dari pengusaha itu sendiri.
“Kaitan nominal yang itu kami tidak bisa memberi tahu, itu menjadi kerahasiaan mereka sendiri. Tetapi kalau mendatangi tempat karaoke itu sendiri, itu mungkin bisa diberitahukan,” sambungnya.
Hanya saja, terkait mengapa karaoke yang tidak memberikan keuntungan bagi Pemkab masih saja beroperasi hingga kini, Hary juga tidak tahu menahu alasan dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) masih memberikan izin, ataupun dari Satpol PP yang tidak ada ketegasan.
Berdasarkan data BPKAD Pati, hanya ada enam tempat karaoke yang memberikan PAD. Keenam karaoke yang dimaksud Hary semuanya menginduk jadi satu dengan hotel. Diantaranya adalah Hotel 21, 99, MJ, New Merdeka, Safin, dan One hotel.
“Kalau yang izin masih setor, di Pati itu ada enam. Antara lain Hotel 21, 99, MJ, New Merdeka, Safin, dan One hotel. Pokoknya yang induk ke hotel itu bayar pajak,” terangnya lebih lanjut.
Terkait nominal, keenam karaoke harus menyetorkan sebanyak 40 persen dari total pendapatan setiap bulannya. Hal ini sudah sesuai dengan peraturan mengenai Pajak Barang dan Jasa Tertentu sub sektor karaoke, diskotik, club’ malam, bar dan hotel.
“Jadi per bulan mereka punya omzet berapa, 40 persennya masuk kas daerah melalui transfer Bank Jateng. Mereka input dan menghitung sendiri, yang penting 40 persen,” imbuh dia.
Jumlah yang disetorkan pun luar biasa besar. Dari data yang ditunjukkan oleh Hary, penerimaan pada bulan Juli sudah mencapai Rp 123.726.086 dari target sebesar Rp 36 juta.
“Jadi memang hanya enam karaoke itu saja yang menyetorkan dan masuk di pendapatan daerah. Ada kelebihan 343,68 persen,” tutup Hary. (Lingkar Network | Arif Febriyanto – Nailin RA – Beritajateng.id)