PATI, Beritajateng.id – Masyarakat seringkali terkecoh dengan berita yang menyebutkan, siapapun yang telah membayar iuran BPJS akan dikenai denda 30 juta. Padahal aturan tersebut sebenarnya dibuat untuk meringankan beban masyarakat, khususnya peserta BPJS mandiri dan ada rinciannya tersendiri.
Kepala Bidang (Kabid) SDM Umum dan Komunikasi Publik, BPJS Kesehatan Kabupaten Pati, Galih Mardi Ismiansyah membenarkan kebijakan tersebut. Ia menjelaskan, angka tersebut merupakan jumlah maksimal yang harus dibayarkan apabila telat membayar iuran BPJS Kesehatan.
“Denda 30 juta berlaku secara nasional. Denda 30 juta untuk yang telat bayar, memang khusus bagi masyarakat peserta BPJS mandiri dan angka itu merupakan denda maksimal. Tapi itu ada perhitungan nya, apabila seseorang menunggak pembayaran iuran,” jelasnya, Senin (06/06).
Baca Juga
Polemik Nunggak BPJS Kesehatan Dikenai Denda, Ini Kata Dewan
Perhitungan yang dimaksud adalah, jumlah bulan keterlambatan pembayaran iuran BPJS hanya akan dikalikan 5% dengan jumlah tagihan selama tunggakan.
“Jadi, jika semakin lama tunggakan, maka semakin besar pula denda yang dikenakan,” terangnya.
Galih tak menampik kemungkinan adanya masyarakat yang mengalami perubahan ekonomi, sehingga telat membayarkan BPJS. Ia menilai kebijakan ini dapat meringankan jumlah tagihan denda yang bisa saja lebih dari 30 juta.
“Misalkan dia menunggak satu tahun ya dikali 12 bulan, maka total tunggakan dikali 5%. Sebanyak-banyaknya itu 12 bulan dan sebanyak-banyaknya denda 30 juta. Denda 30 juta cenderung lebih murah, dibandingkan dengan biaya yang telah dibayarkan BPJS untuk membiayai perawatan selama sakit, tetapi tergantung penyakitnya,” ungkapnya.
Tapi pemerintah memberikan denda maksimal 30 juta. Tidak bisa dipungkiri, bahwa tidak membayar iuran BPJS bisa diakibatkan berbagai persoalan. Seperti kondisi ekonomi suatu keluarga yang dulunya mampu dan pembayarannya lancar, tetapi tiba-tiba ada kondisi ekonomi sulit mengakibatkan pembayaran iuran menunggak.
“Meskipun dia nunggak tiga tahun, katakanlah denda 150 juta, tapi oleh pemerintah di diskon jadi 30 maksimal sesuai angka,” tutup Galih. (Lingkar Media Group)