GROBOGAN, Beritajateng.id – Seorang warga negara asing (WNA) asal Hong Kong diamankan petugas Kantor Wilayah Imigrasi Jawa Tengah usai ketahuan tinggal secara ilegal di Indonesia selama sembilan bulan.
Penangkapan ini dilakukan oleh Tim Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian setelah mendapat laporan dari masyarakat setempat.
Kabid Intelijen dan Penindakan Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Semarang Haryono Susilo membenarkan bahwa WNA tersebut ditemukan di wilayah Kabupaten Grobogan.
“Awalnya dari laporan warga. Setelah dicek oleh tim, ditemukan, dan diamankan. Saat ini masih dalam proses penyidikan,” ujar Haryono saat rapat koordinasi Tim Pengawasan Orang Asing (TIMPORA) di Hotel Grand Master Purwodadi, Selasa, 24 Juni 2025.
Menurutnya, WNA itu masuk ke Indonesia dengan tujuan menikmati masa pensiun dan berwisata, namun tidak memperpanjang izin tinggalnya.
“Yang bersangkutan melanggar Pasal 78 ayat (3) dan Pasal 116 jo. Pasal 71 UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, karena melebihi izin tinggal lebih dari 60 hari tanpa melapor perubahan tempat tinggal. Ia dikenai sanksi deportasi, pencekalan, dan kemungkinan tindak pidana keimigrasian,” tegasnya.
Kasus ini, kata dia, menambah daftar panjang pelanggaran izin tinggal oleh WNA di wilayah Karesidenan Semarang. Sepanjang 2025, tercatat tiga kasus serupa, yakni satu warga negara Amerika Serikat di Salatiga dan dua warga Malaysia di Kendal yang telah dideportasi.
“Kami harap kerjasama TIMPORA yang sudah terjalin dengan baik selama ini bisa terus dilanjutkan dan diperkuat,” kata Haryono.
Sementara itu, Kabid Kewaspadaan Nasional dan Penanganan Konflik Kesbangpol Grobogan Yusiana Semiyawati menyoroti adanya ketidaksesuaian data terkait jumlah orang asing yang tinggal di Grobogan.
“Kesbangpol mencatat 144 orang asing, sementara Dispendukcapil mencatat 120, dan Disnakertran hanya 60. Padahal, ketiganya tergabung dalam grup WhatsApp khusus pelaporan TKA,” jelasnya.
Sebagian besar WNA di Grobogan, kata dia, adalah tenaga ahli dan bukan buruh biasa. Namun, perbedaan data ini menunjukkan lemahnya sinergi dalam pengawasan.
“Kita tidak tahu pasti semua tujuan kedatangan mereka. Waspada terhadap potensi spionase, dokumen palsu, hingga radikalisme menjadi bagian dari deteksi dini menghadapi ATHG (ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan),” tegas Yusiana.
Jurnalis: *Ahmad Abror
Editor: Utia Lil