Beritajateng.id – Kebijakan wajib daftar aplikasi MyPertamina menuai protes dari Organda Kabupaten Kendal. Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kabupaten Kendal, Jamaludin saat dikonfirmasi Kamis (30/06) mengatakan, jika anggota organda kebanyakan gagap teknologi (gaptek).
Jamaludin mewakili anggota Organda, terang-terangan mengungkapkan keberatannya jika harus mendaftar aplikasi, pasalnya ponsel yang digunakan juga kebanyakan jadul (model lama), bukan android bahkan beberapa pengemudi tidak memiliki.
“Kebanyakan mereka belum memiliki HP android. Selain itu, dari segi pendidikan kebanyakan lulusan SMA ke bawah. Untuk mengoperasionalkan butuh latihan dan sebagainya,” ujar Jamaludin.
Jamaludin mengungkapkan dengan diberlakukannya kebijakan wajib daftar MyPertamina tersebut bisa menimbulkan gejolak, terutama di kalangan pengemudi angkutan.
Baca Juga
Terapkan Aplikasi MyPertamina, Larangan Pakai HP di SPBU Bakal Dicabut
Apabila tiba-tiba tanggal 1 Juli diberlakukan mengisi solar dengan MyPertamina pasti menimbulkan gejolak. Intinya para pengemudi ini meminta pakai uang cash,” lanjutnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Angkutan Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Kendal, Andy Rahmat Yulianto berharap, pemberlakuan wajib daftar MyPertamina saat membeli bahan bakar subsidi Pertalite dan Solar bisa diterapkan secara bertahap.
“Kalau awal-awal mungkin bisa diterapkan pada Bus Transjateng yang sudah teratur pelayanannya bisa menggunakan MyPertamina dulu. Setelah itu Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP), baru angkutan desa (angkutdes). Tidak semua angkutan umum diberlakukan sama,” ujar Andy.
Sementara itu, Sofian salah satu sopir angkutan umum di Kendal mengaku kesulitan jika aturan pembelian solar harus menggunakan MyPertamina. Terlebih dia juga gaptek terhadap teknologi.
“Saya gak bisa operasikan android, apalagi pakai aplikasi, ribet kayaknya, Pengennya isi Pertalite terus bayar begitu saja,” ujar Sofian.
Protes juga datang dari daerah lain. Kabupaten Kudus, misalnya. Warga mulai mengeluhkan kebijakan tersebut. Sejumlah warga mengaku gagap teknologi (gaptek), sehingga kesulitan menerapkan kebijakan baru itu.
Sri Wati (34), warga Desa Temulus, Kecamatan Mejobo mengatakan, bahwa pembelian lewat website ataupun aplikasi terbilang ribet. Menurutnya, hal itu hanya mempersulit warga saat akan membeli BBM bersubsidi.
“Ribet, kayaknya dipersulit, tidak nyaman dan tidak memuaskan pelanggan,” ungkapnya.
Bahkan, dirinya memilih harga BBM bersubsidi dinaikkan saja ketimbang harus beli melalui platform Pertamina. Ia mengaku tidak bisa melakukan pembelian BBM jika harus lewat website maupun aplikasi.
Baca Juga
Zona Merah PMK, Kendal Butuh 20.000 Dosis Vaksin
“Kalau saya disuruh pilih, mending harga dinaikkan saja tidak masalah. Yang penting tidak usah pakai hp, soalnya sulit,” sebutnya.
Terpisah, Sugianto (46) warga Desa Dersalam, Kecamatan Bae mengatakan bahwa dirinya tidak setuju untuk membeli BBM lewat handphone. Dirinya mengaku lebih memilih membeli secara langsung seperti biasanya.
“Kalau beli lewat handphone itu banyak kesulitan, apalagi kalau tidak punya hp. Paling nyaman ya beli secara langsung, tidak harus daftar dulu,” ungkapnya.
Sementara itu, Dewi Zuliana (36), warga Kelurahan Langgardalem, Kecamatan Kota mengatakan bahwa pembelian lewat platform Pertamina menyulitkan masyarakat. Ia menyebut, masyarakat yang sudah tua akan kesulitan membeli BBM jika harus lewat handphone.
“Ribet dan kelamaan kalau pakai hp. Kalau yang muda mungkin bisa pakai aplikasi, kalau yang tua ‘kan memilih yang gampang,” ucapnya. (Lingkar Media Network | Koran Lingkar)