REMBANG, Beritajateng.id – Memasuki bulan September, petani garam di Kabupaten Rembang mulai melakukan panen. Namun, hasil awal panen tahun ini dinilai belum maksimal karena cuaca yang tidak menentu dan datangnya musim kemarau yang terlambat.
Parimin (70), petani garam asal Desa Kedungwatu, Kecamatan Sumber, mengaku hasil panennya masih jauh dari harapan. Dalam satu kali panen, ia hanya mendapatkan lima kuintal garam.
“Lima kuintal, belum bagus. Bagus itu kalau bisa panen sampai tujuh kuintal,” ujarnya saat ditemui di lahan garamnya, Rabu, 3 September 2025.
Ia mengaku mulai memproduksi garam sejak akhir Agustus karena musim kemarau baru datang, sehingga kualitas dan kuantitas garam belum optimal.
Hal senada disampaikan oleh Siswanto (49), petani asal Desa Dresi, Kecamatan Kaliori. Ia mengungkap biasanya produksi sudah dimulai sejak bulan Mei, namun tahun ini terhambat hingga akhir Agustus.
“Kalau cuaca normal, bulan lima sudah produksi. Tapi tahun ini baru bisa mulai di bulan delapan, itu pun akhir bulan. Kalau normal, bulan sembilan sampai sebelas itu masa produksi kenceng-kencengnya,” jelas Siswanto.
Fenomena kemarau basah, kata dia, turut mempengaruhi proses penguapan air laut menjadi kristal garam. Meskipun angin kencang, suhu udara yang tidak cukup panas membuat proses pengkristalan garam berjalan lambat.
“Kalau sekarang, satu petak cuma dapat tiga sampai lima karung. Padahal kalau normal bisa sampai dua belas bahkan lima belas karung,” katanya.
Kondisi ini membuat kristal garam yang dihasilkan masih kecil dan lembut, belum padat seperti yang diharapkan. Air laut pun tidak bisa diproses secara maksimal, meskipun kolam garam diisi penuh.
“Airnya dikasih penuh tetap segitu hasilnya. Kalau air lautnya sudah mentes, tidak perlu penuh-penuh juga hasilnya sudah bagus,” tambahnya.
Diketahui fenomena cuaca tahun ini merupakan bagian dari anomali iklim yang dikenal sebagai kemarau basah, yaitu musim kemarau yang disertai dengan curah hujan dan kelembaban tinggi.
Meski demikian, para petani berharap produksi garam bisa segera membaik dan harga jualnya turut meningkat.
“Harapannya ya bisa meningkat, bagus produksinya, harganya juga naik,” tutup Siswanto.
Jurnalis: Muhammad Faalih
Editor: Tia