REMBANG, Beritajateng.id – Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) Rembang berencana menggelar aksi besar-besaran untuk mengusir PT Kapur Rembang Indonesia (KRI) usai terlibat konflik dengan warga Desa Jurangjero, Kecamatan Bogorejo, Blora, belum lama ini.
Aktivis JMPPK Rembang, Joko Prianto menanggapi dengan tegas bahwa PT KRI harus meninggalkan Rembang. Pasalnya, perusahaan tambang tersebut belum memiliki izin operasi namun sudah menimbulkan kericuhan di lingkungan sekitar.
“KRI itu kan ilegal belum ada ijin. Seharusnya kalau Pemerintah tahu, tanpa ada laporan ya harus diberhentikan, tidak boleh beroperasi,” ujarnya pada Kamis, 21 November 2024.
Menurutnya, masyarakat tidak mungkin melakukan protes apabila PT KRI tidak bermasalah. Meskipun PT KRI terletak di Dukuh Wuni, Desa Kajar, Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang, namun dampak buruk justru dirasakan warga Blora.
“Disitu kan ada sebab-akibat. Masyarakat bereaksi itu sebanyak apa, kan seperti itu.
Itu kan KRI mengakibatkan dampak dimana masyarakat sangat terganggu. Kalau tidak ada KRI tidak mungkin ada konflik,” lanjut dia.
Walaupun JMPPK Rembang tidak terlibat secara langsung dalam konflik PT KRI dengan warga pada 13 November 2024 lalu, pihaknya menegaskan akan membela masyarakat yang merasa dirugikan. Terlebih, akibat konflik tersebut terdapat 23 warga yang dijadikan tersangka.
“Apapun bentuk pengrusakan lingkungan di kawasan Kendeng Utara, kami akan terlibat biarpun tidak diminta mereka. Tapi ini persoalan lingkungan dimana kita punya hak yang sama untuk melestarikan lingkungan,” paparnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Rembang, Ika Himawan Afandi menyampaikan bahwa pihaknya bersama KLH telah berkali-kali memberikan peringatan kepada PT KRI untuk tidak melakukan pertambangan. Bahkan, pada Oktober 2024, pihaknya bersama Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menyegel PT KRI lantaran 4 kali lebih tidak mengindahkan peringatannya.
“Aduan sudah lama itu dari pertengahan tahun. Terus kita survey kesana, kita peringatkan terkait perizinannya. Perizinannya belum selesai mereka sudah beroperasi,” paparnya.
Afandi menilai PT KRI secara diam-diam melakukan pertambangan. Mereka berdalih bahwa pertambangan yang dilakukan hanya proses percobaan saja.
“Mereka izin trial mesin, ternyata trialnya sampai berhari-hari. Padahal kan tetap belum boleh sebelum perizinannya selesai. Akhirnya terjadi kericuhan itu,” imbuhnya. (Lingkar Network | Setyo Nugroho – Beritajateng.id)