KENDAL, Beritajateng.id – Normalisasi Sungai Kendal dinilai tidak maksimal karena menghadapi sejumlah kendala diantaranya anggaran yang terbatas. Hal itu diungkap oleh Koordinator Pokla SDA Wilayah Bodri Kendal Dinas Pusdataru Jawa Tengah Nur Kholis.
“Untuk pengelolaan Sungai Kendal, memang dari Dinas mendapat anggaran, namun anggaran tersebut terbatas, yaitu hanya sekitar 200 hingga 300 jutaan dalam setahun,” ujarnya, Senin, 16 Desember 2024.
Kini, pihaknya melakukan kerja sama dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kendal melalui dinas terkait untuk mengatasi hal itu.
“Kami berkoordinasi dengan Pemkab, bersama DPUPR dan DLH, seperti pengerukan dan pembersihan sampah,” imbuhnya.
Pada 2024, Pokla SDA wilayah Bodri Kendal melakukan pengerukan yang dimulai dari hulu sungai.
“Jadi untuk tahun ini kami melakukan pengerukan sepanjang 500 meter yang dimulai dari hulu sungai yaitu di Bendung Trompo, untuk mengurangi sedimentasi sungai di wilayah hulu, sehingga dapat menampung debit air,” ujarnya.
Disisi lain, Staf Koordinator Pokla SDA Bodri Kendal Adi Darmawan menjelaskan bahwa selain terbatasnya anggaran, kondisi lingkungan sekitar Sungai Kendal turut menjadi kendala.
“Kendala lain itu adalah banyaknya bangunan dari sisi kanan maupun sisi kiri sungai, kemudian juga banyaknya kabel jaringan listrik dan telekomunikasi, menjadikan alat berat sulit melakukan pengerukan,” jelasnya.
Selain itu, pengerukan sedimentasi sungai tidak dapat dilakukan maksimal karena khawatir menimbulkan dampak bencana lain pada bangunan dan lingkungan sekitar.
“Pengerukan tidak bisa dalam, karena takutnya dapat menjadikan kelongsoran di sisi sungai, karena tipikal tanah di Kendal itu adalah tanah lumpur aluvial. Seharusnya memang jika melihat peraturan, kan tidak boleh ada bangunan,” imbuhnya.
Adi menambahkan bahwa sedimentasi yang cukup tinggi di Sungai Kendal itu ada karena alih fungsi lahan yang berada di DAS Kendal, yaitu di wilayah Jatirejo, Winong, Pidi, Wonosari, dan Puguh. Diketahui, daerah tersebut dulu merupakan hutan dan sekarang menjadi kebun jagung.
“Karena sudah alih fungsi lahan, yang dulunya hutan dapat memberikan serapan air, kini menjadi ladang yang kurang dapat menyerap air, malah membawa sedimen tanah masuk ke sungai,” tuturnya.
Ia mengatakan bahwa daerah tersebut menjadi rawan banjir apabila hujan deras mengguyur.
“Jadi kita dapat memprediksi, jika daerah tersebut dilanda hujan sedang dan lebat, maka bisa dipastikan kawasan hilir yang berada di Kecamatan Kendal terkena luapan air, apalagi ditambah pasang air laut,” imbuhnya. (Lingkar Network | Syahril Muadz – Beritajateng.id)