BLORA, Beritajateng.id – Ratusan sopir truk di Kabupaten Blora yang tergabung dalam Paguyuban Sopir Blora Mustika (PSBM) membawa enam tuntutan dalam demo tolak over dimension over load (ODOL) di Lapangan Kridosono, Senin, 23 Juni 2025.
Pesan-pesan penolakan terhadap ODOL hingga krisis sosial seperti ancaman kemiskinan, mafia BBM, hingga koruptor yang dinilai lebih berbahaya dipasang pada body truk.
Kalimat seperti “ODOL di penjara, koruptor diumbarno (dibiarkan, red). Kami memang melanggar, tapi kami bukan kriminal,” tertulis di salah satu truk dalam demo itu. Selain itu kalimat “Mafia BBM dipelihara, pengusaha dibela, sopir disalahkan. Selamat datang di negeri +62 (kode telepon Indonesia, red),” juga terpasang di truk lainnya.
Perwakilan PSBM, Ahmad Masrueb menjelaskan aksi tersebut merupakan kekhawatiran bersama para sopir truk di Kabupaten Blora mengenai kelangsungan pekerjaan mereka.
“Kebijakan ini sangat memberatkan. Jika tarif angkutan naik akibat pembatasan dimensi dan muatan, maka harga sembako dan logistik lainnya juga otomatis ikut naik,” ungkap Masrueb saat ditemui di lokasi aksi.
Ia juga menyoroti beratnya sanksi pidana dan denda yang tercantum dalam regulasi. Menurutnya, aturan yang ada cenderung represif dan kurang berpihak pada sopir.
“Dalam aturan disebutkan pelanggaran over dimensi dapat dikenai pidana satu tahun dan denda hingga Rp 24 juta. Sedangkan untuk overload, ancamannya dua bulan penjara dan denda Rp 500 ribu. Ini sangat berat bagi kami,” ujarnya.
Menurutnya aturan itu sangat mengancam keberlangsungan hidup para sopir truk karena mereka yang berada di jalan raya, bukan pengusaha maupun pemilik barang.
“Sopir dituntut untuk memuat semaksimal mungkin. Semisal dari bos beras ada muatan 10 ton, padahal secara aturan itu truk hanya maksimal 4 ton, dengan otomatis dia (bos beras) akan rugi,” terangnya.
“Sementara sopir di lapangan juga bingung, nanti yang menanggung ongkosnya dari siapa, penjual atau pembeli,” sambung Masrueb.
Praktik pungutan liar (pungli) yang selama ini dibiarkan juga memberatkan para sopir. Namun ia menyebutkan di Kabupaten Blora sendiri tidak ada pungli.
“Kalau diluar daerah banyak pungli, khususnya di penyeberangan yang dilalui truk bermuatan,” tambahnya.
Sebagai informasi tambahan, aksi tersebut sudah ditemui oleh Ketua DPRD Mustopa, Kapolres AKBP Wawan Andi Susanto, Kepala Dinrumkimhub Pitoyo, dan Ketua Aksi Didik.
Adapun enam tuntutan itu diantaranya:
- Menghentikan operasi ODOL di wilayah Kabupaten Blora
- Menolak pasal 27 dan pasal 307 dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ)
- Memberantas praktik premanisme dan pungutan liar (pungli) di jalur distribusi angkutan barang
- Menjamin perlindungan hukum bagi para sopir di wilayah Blora
- Mewujudkan kesetaraan perlakuan hukum terhadap sopir di lapangan
- Mendorong regulasi yang berpihak pada tarif angkutan yang wajar dan berkeadilan.
Jurnalis: *Eko Wicaksono
Editor: Utia Lil