PATI, Beritajateng.id – Getolnya pemberitaan tentang kemacetan yang terjadi di Juwana yang dilakukan oleh pemimpin Redaksi Koran Lingkar dan Lingkar TV Nailin RA, SH., MH., belakangan ini. Kemacetan ini tidak hanya merugikan pengguna jalan, tetapi juga warga sekitar.
Bahkan banyak pula pelaku bisnis, yang terganggu bisnisnya karena kemacetan ini. Diangkatnya isu ‘Macet Juwana’ sebagai salah satu isu sentral, sejalan dengan visi Komisaris Utama Lingkar Media Group sebagai pengawal politik dan kebijakan publik.
Baca Juga
Disebut Media Ora Cetho, Lingkar Media Group Tabayun kepada Ganjar Pranowo
Saat acara dialog interaktif di studio Lingkar TV, Selasa (07/02). Pimpinan Redaksi Koran Lingkar dan Lingkar TV, Nailin RA. SH., MH., menanyakan hal ini kepada Komisaris Utama (Komut) Lingkar Media Group Agus Sunarko, S.STP., MSi., tentang pendapatnya tentang tidak banyaknya media mainstream yang mengangkat hal ini (macet Juwana, red.) sebagai isu utama.
Dijelaskan oleh Komisaris Utama Lingkar Media Group, Agus Sunarko, S.STP., MSi. (akrab disapa Agsun), pengawalan isu tersebut berdasarkan masalah yang sangat krusial, menyangkut hajat hidup orang banyak, yakni kemacetan Juwana.
Mendapat pertanyaan seperti itu, Agsun justru mendoakan media mainstream yang belum mengangkat berita kemacetan Juwana agar segera mengangkat berita tersebut.
“Kita doakan semoga media mainstream yang belum mengangkat kemacetan Juwana, kalau misalnya masih macet, kita doakan segera mengangkat (berita macet Juwana, red),” harapnya.
Agsun mengatakan, Juwana adalah jalur Pantura dengan ribuan kendaraan yang hilir mudik setiap waktu 24 jam non stop.
“Sebagai seorang jurnalis, kita sebagai perusahaan pers, kok bisa kita diam itu bagaimana? Wong itu ada di pusat kantor kita. Di sini, ada di Pati. Kemungkinan pejabat-pejabat yang tidak merasakan susahnya, kalau ingin melewati Juwana-Batangan itu, bisa jadi mereka pakai pengawalan,” jelasnya.
Agus pun meminta para pejabat untuk sekali-kali seperti rakyat biasa, yang melewati jalur macet tanpa pengawalan.
“Cobalah sekali-kali seperti rakyat biasa, lewat jalur itu (Juwana-Batangan, red) tanpa pengawalan. Saya termasuk yang setiap hari Kamis kemarin itu (02/02/2023) melewati jalur itu, dan sering kali tidak bisa, putar balik,” ungkapnya.
Oleh karena itu lanjutnya, Lingkar Media Group fokus mengawal bukan untuk mencari siapa yang salah dan yang benar.
“Hal ini mengapa kita fokuskan, ayo itu kita kawal. Bukan mencari siapa yang salah dan yang benar, tidak. Ayo, kita saling melengkapi. Pejabat punya kekuasaan, punya sumber daya manusia, punya sumber daya keuangan. Silahkan di urai kemacetan itu. Media punya kemampuan menulis, punya kemampuan memviralkan, punya kemampuan menyiarkan. Ayo kita siarkan juga, tetapi harus ada kesungguhan,” ucapnya.
Ia tidak ingin penanganan macet Juwana baru dilakukan setelah diberitakan.
“Jangan ketika ini diangkat, baru ada penanganan. Ketika nggak diangkat, tidak. Jangan dan mudah-mudahan ini tidak terjadi,” harapnya.
Agus Sunarko berharap, tumbuh kolaborasi antara media dan pemerintah untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang lebih baik.
“Yang saya inginkan adalah, ayo kolaborasi demi kehidupan masyarakat yang lebih baik. Media tanpa pemerintah tidak akan jalan. Pemerintah tanpa media juga akan hampa. Kita harus saling melengkapi, bagaimana media sebagai pilar keempat bisa menyempurnakan Trias Politika yang ada di negeri ini,” jelasnya.
Sementara itu, Nailin RA menjelaskan bahwa LMG sudah mencoba menanyakan solusi penanganan macet di Juwana kepada berbagai pihak. Tidak hanya kepada Gubernur Ganjar. Tetapi sebelumnya sudah mengetuk beberapa pintu instansi untuk mempertanyakan solusi yang benar-benar konkret untuk mengurai kemacetan Juwana.
“Menurut Jenengan yang punya pengalaman selaku Kabid Lalu Lintas di Dinas Perhubungan Pati, solusi apa yang seharusnya diambil untuk mengurai macet Juwana? Kok sepertinya menjadi sebuah drama yang tidak kunjung usai?” tanya Nailin kepada Agus.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Agus Sunarko pun menjelaskan secara gamblang terkait solusi konkret untuk mengatasi macet Juwana.
“Ini kita berbagi pengalaman, memang meskipun saya dari alumni STPDN yang spesifikasinya ada di pemerintahan, saya juga pernah menjabat di Kabid Lalu Lintas Dinas Perhubungan. Ini hanya berbagi pengalaman Mbak Pemred, ya. Boleh dipakai boleh tidak,” terusnya.
Menurutnya, idealnya sebelum membangun yang itu diperkirakan akan mengganggu akses jalan umum, yang akan mengganggu akses kehidupan bermasyarakat di situ, tentunya ada analisa dampak lingkungan atau dalam hal ini adalah analisis dampak lalu lintas, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) lalu lintas.
Ia menambahkan bahwa sumber kemacetan adalah pembangunan jembatan Juwana dan perbaikan jalan secara bersamaan. Idealnya, itu dilakukan satu persatu. Sehingga tidak terjadi penumpukan kendaraan akibat pembangunan sekaligus.
“Bagaimana nanti rekayasa jalannya, itu sudah dibuat terlebih dahulu sebelum dibangun. Nah, berkaitan dengan Juwana ini, yang dianggap sebagai sumber kemacetan saat ini adalah karena adanya pembangunan jembatan Juwana yang belum selesai. Kemudian ditambah lagi perbaikan jalan yang ada di sepanjang jalan, turut Kecamatan Batangan, Juwana-Batangan itu,” tambahnya.
Ia juga menilai bahwa perencanaan tersebut tidak bagus.
“Nah ini secara perencanaan, nggak bagus. Satu belum terurai kok ditambah lagi, ya akan semakin macet. Namun kita nggak bisa mundur ke belakang. Apa yang ada ya kita hadapi. Masalah ini harus kita hadapi, tentunya cara mengurai ini harus dengan cara-cara yang terukur,” ucapnya.
Ia mengimbau petugas terkait untuk memasang rambu penunjuk arah dengan jelas dan sesuai dengan jarak pandang sopir.
“Misalnya ya itu kan ada titik-titik crowded di situ. Satu, ada di pertigaan lampu merah menuju jembatan Sampang. Ini kalau kita lihat, tidak ada rambu yang menunjukkan bahwa mobil pribadi harus belok ke kanan. Ada, tapi tidak terlalu jelas,”
Ia pun memposisikan diri sebagai pengguna jalan, karena ia memang sering melintasi jalur tersebut.
“Kalau saya sebagai bukan orang Pati melintas, nggak akan ngerti, kalau saya diarahkan ke belok ke kanan ke arah Jembatan Sampang. Ini menjadi masukan bagi instansi yang terkait. Pasanglah rambu penunjuk arah dengan jelas, dengan jarak pandang yang sopir ini sudah ngerti. Setidaknya satu kilo sebelum itu, sudah ada pemberitahuan mobil pribadi atau mobil yang dianggap boleh melintasi jalur alternatif oleh petugas.
Ia juga berharap adanya pemberitahuan untuk mengatur laju kendaraan.
“Jangan bilang belok ke Sampang, nggak paham orang luar Pati. Karena yang paham jembatan Sampang itu orang Pati. Nah, setelah dari lampu merah itu kemudian ada beberapa titik menuju titik macet menuju ke perbaikan jalan maupun perbaikan jembatan. Nah di situ kita lihat, harusnya ada pemberitahuan KM 2 atau KM 3 atau KM 5. Kemudian, lajur kendaraan tidak boleh lebih dari dua lajur dalam satu arahnya. Nah ini sudah dikasih tahu, sehingga tidak akan terjadi penumpukan. Jalannya satu-satu dikasih tahu dulu. Kalau tidak ada pemberitahuan nggak akan mungkin,” jelasnya.
Ia pun mengatakan, bahwa dengan adanya pemberitahuan, diharapkan kendaraan tidak macet total. Namun tetap berjalan merayap.
“Misalnya KM 3 kendaraan tidak boleh saling menyalip, kendaraan berjalan satu-satu, nanti KM 2 diberi tahu lagi. KM 1 ada penindakan, yang melanggar langsung ditindak oleh petugas. Jadi ketika kondisi seperti ini, seharusnya tidak boleh macet stagnan, mandek jegrek, tidak boleh, wong tidak ada kecelakaan. Kalau terhambat boleh, terhambat dalam arti merayap. Logikanya, kalau tidak ada penutupan jalan, ya nggak akan macet total. Tapi mengalami perlambatan,” bebernya solutif.
Agsun juga menyarankan agar rambu lalu lintas tetap difungsikan dan tidak menggunakan flashing.
“Yang ketiga, titik-titik rambu lalu lintas difungsikan. Jangan di-flash. Kita kemarin lihat itu di-flash. Kalau di-flash itu yang terjadi biasanya, naluri pengendara yang mobilnya besar, orangnya kendel (pemberani, red) pasti akan menyalip. Akhirnya terjadi crowded, apalagi kalau yang terletak di pertigaan atau di simpangan, ya nggak bisa diurai. Coba kalau lampu rambu lalu lintasnya itu berfungsi normal. Jika lampu merah menyala tetap melaju, ya diberikan sanksi,” jelasnya.
Selain itu, ia juga menyarankan adanya rest area.
“Yang terakhir, karena memang ini macet tentunya dipikirkan rest area. Untuk kendaraan muatan barang atau truk yang sopirnya kena macet itu mengantuk. Jangan sampai sopir ngantuk, mematikan kendaraan di tengah jalan ya, nggak bisa. Harus berpikir. Berarti, konsekuensi risiko pemerintah ketika membangun suatu proyek jalan atau jembatan menyebabkan kemacetan, sediakanlah rest area bagi sopir kendaraan-kendaraan yang mengalami ngantuk di malam hari. Biar kendaraan itu kalau dimatikan tidak menghalangi pengguna jalan yang lain,” jelasnya.
Agus Sunarko juga menjelaskan bahwa masukan yang disampaikan boleh dicoba dan boleh tidak.
“Kalau ada masukan yang lebih baik kenapa enggak dicoba,” tuturnya.
Nailin RA menjelaskan bahwa, sebagai seorang jurnalis tentu mengharapkan jawaban solutif dari seorang pejabat negara untuk mengurai kemacetan Juwana, seperti yang disampaikan oleh Komisaris Utama LMG yang juga punya pengalaman sebagai Kabid Lalu Lintas di Dinas Perhubungan Pati.
Akan tetapi, jawaban Gubernur Ganjar justru jauh panggang daripada api, malah menyebut sang reporter atau jurnalis tersebut sebagai seorang utusan dari “media sing ora cetho” (media yang tidak jelas). Dalam hal ini, wajar kalau LMG akhirnya melawan.
“Dalam melakukan perlawanan ini, jangan diartikan kita melawan seperti kita perang hidup dan mati. Kita tidak berperang seperti itu, kita perang itu dunungke (menegakkan)aturan,” kata Agsun.
Ia juga menegaskan bahwa perlawanan tersebut berdasarkan ideologi negara dan amanah Undang-Undang, dalam hal ini Pancasila (sila kedua), UUD 1945 (Pasal 28F), dan UU Pers No. 40 tahun 1999.
Sebelumnya, LMG juga telah tabayyun ke Ganjar pada Rabu, 1 Februari 2023 namun gagal.
Kemudian melakukan tabayyun kedua pada Senin, 6 Februari namun kembali zonk. Merasa itikad baik LMG untuk tabayyun tak mendapatkan sambutan baik, akhirnya pihak LMG mengirimkan somasi kepada Ganjar yang diterima oleh staf TU Kantor Gubernur Jawa Tengah, pada Selasa, 7 Februari 2023. (Lingkar Media Group | Koran Lingkar)