PATI, Beritajateng.id – Anggota Komisi B DPRD Pati, Sukarno menyatakan, kebijakan Presiden Joko Widodo menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 tahun 2022 yang telah ditandatangani pada 6 Januari lalu kurang tepat. Menurutnya, Inpres yang menyatakan kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Sosial (BPJS) Kesehatan kini menjadi syarat wajib bagi masyarakat untuk dapat mengakses sejumlah layanan publik.
Menurut Sukarno, saat ini masih belum ada tanda-tanda berakhirnya pandemi Covid-19, serta keadaan perekonomian masyarakat belum seutuhnya pulih.
“Kebijakan ini di satu sisi kurang tepat, sebab sangat memberatkan masyarakat perekonomian menengah kebawah. Apalagi pandemi Covid-19 belum ada tanda tanda berakhir,” ungkapnya saat dihubungi Beritajateng.id Rabu (23/02).

Saat ini lanjutnya, untuk mengikuti program BPJS masyarakat harus menyetorkan iuran perbulan dengan nominal sesuai kelasnya. Untuk kelas satu Rp 150.000/per bulan, kelas dua Rp 100.000/per bulan, dan kelas tiga Rp 35.000/per bulan.
“Pelayanan kesehatan adalah tanggung jawab pemerintah dan masyarakat tidak boleh terbebani adanya kewajiban ikut BPJS Kesehatan,” tegasnya.
Baca Juga
Ormas Mantra Geruduk DPRD Pati Tanyakan Persoalan BPJS Kesehatan, Wisnu : Penyisiran data masih berlangsung
Pihaknya mengusulkan, dalam rangka mendorong optimalisasi program jaminan kesehatan. Pemerintah meningkatkan kesadaran masyarakat dengan ikut program BPJS. Bukan malah mewajibakan masyarakat untuk memiliki BPJS agar dapat mengakses layanan publik.
“Setiap masyarakat mempunyai hak memperoleh pelayanan publik. Artinya tidak boleh ada syarat yg memberatkan,” tutupnya.
Berdasarkan isi dari Inpres Nomor 1 tahun 2022, sejumlah layanan publik yang mewajibkan masyarkat untuk memiliki kepesertaan BPJS. Sehingga masyarakat bisa membuat paspor, jual beli tanah, ibadah haji dan umroh, permohonan SIM, STNK, dan SKCK, kredit usaha rakyat, izin usaha, serta dalam lingkup lembaga pendidikan dan agama. (Lingkar Media Network | FAL/Beritajateng.id)