PATI, Beritajateng.id – Lahan produktif seluas 1.036 hektare di Kecamatan Trangkil, Kabupaten Pati masuk Kawasan Peruntukkan Industri (KPI). Hal ini sesuai dengan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang telah melalui kajian publik, rapat lintas sektor Kementerian dan panitia khusus (pansus). Bupati Pati, Haryanto meyakini apa yang tertuang dalam Perda RTRW tersebut telah melalui proses dan kajian yang panjang.
“Kalau itu kan sesuai Perda RTRW, sedangkan Perda RTRW itu sudah melalui kajian publik, rapat lintas sektor Kementerian dan juga ada Pansus. Jadi apa yang sudah diputuskan itu telah melewati berbagai kajian yang cukup panjang,” ungkap Bupati Haryanto saat ditemui Lingkar TV di Ruang Joyokusumo.
Bupati Pati juga menegaskan, tidak ada rekayasa dalam penentuan luasan lahan peruntukkan industri di Kecamatan Trangkil itu. Pihaknya dengan tegas membantah jika ada permainan dalam hal peruntukkan lahan bagi orang-orang tertentu.
Baca Juga
Bupati Pati Haryanto Klaim Wilayahnya Pro Investasi
“Jadi tidak rekayasa. Bukan seolah-olah dibikin, biar bisa jadi industri yang dipakai oleh orang-orang tertentu,” tambahnya.
Perihal tanggapan rencana pendirian Pabrik Apparel di Trangkil, Bupati Pati mengatakan tidak ada kaitannya dengan kepala daerah setempat.
Dirinya menjelaskan kewajiban pemerintah daerah (pemda) adalah memberikan kemudahan perizinan maupun infrastruktur. Jika infrastruktur dinilai belum memadai, Pemda akan melakukan investasi untuk menciptakan peluang kerja bagi masyarakat sekitar.
Menanggapi pembangunan pabrik di wilayahnya, warga Trangkil terpaksa wadul ke DPRD Pati. Pasalnya, mereka mengaku dipaksa menjual tanah mereka yang merupakan lahan produktif untuk diubah menjadi lahan industri.
Dalam audiensi yang turut mengundang perwakilan dari Pabrik Sepatu dan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUTR) Pati, perwakilan warga Trangkil, Abdul Azis, mengatakan ada pihak pabrik yang memaksa mereka menjual tanahnya.
“Ada dari pihak pabrik yang memaksa kami (petani, Red) untuk menjual tanah dan dijadikan pabrik sepatu. Padahal lahan kami adalah lahan subur yang masih produktif untuk pertanian,” ujarnya Abdul Aziz saat audiensi di Gedung DPRD Pati pada Selasa (22/3).
Dalam audiensi tersebut, masyarakat Trangkil menyampaikan keluhan akan rencana PT. Hwaseung Indonesia (HWI) mendirikan pabrik sepatu di lahan produktif pertanian di sejumlah desa yang ada di Kecamatan Trangkil, di antaranya Desa Pasucen, Desa Ketanen, Desa Tegalharjo dan Desa Mojoagung.
Baca Juga
Warga Ngadu ke DPRD Pati, Minta Pembangunan Pabrik Sepatu Trangkil Dihentikan
Menanggapi hal tersebut, Sugito selaku perwakilan dari PT. Hwaseung Indonesia (HWI) membantah pernyataan tersebut. Pihaknya mengaku hanya melakukan sosialisasi terhadap warga Trangkil, bukan memaksa untuk menjual.
“Kami belum memutuskan untuk mendirikan pabrik di wilayah Kecamatan Trangkil. Untuk cukong-cukong yang datang ingin membeli tanah petani itu tidak benar, karena saya sendiri yang turun ke lapangan untuk mensosialisasikan rencana ini kepada petani,” bebernya.
Sugito pun menegaskan bahwa pihaknya belum memutuskan membeli tanah warga Trangkil, karena harga yang diminta terlalu tinggi. “Harga yang diminta petani cukup mahal, jadi pihak kami belum memutuskan apakah akan berinvestasi di sana,” imbuhnya.
Menanggapi keluhan warga dan pernyataan dari pihak pabrik, Ketua DPRD Pati Ali Badrudin meminta agar rencana pembangunan pabrik sepatu tersebut dihentikan terlebih dahulu.
Ia juga berjanji, akan bekerja sama dengan pansus dan koordinasi dengan pihak DPUTR Pati untuk mengurai masalah peralihan lahan produktif menjadi lahan industri yang luasnya cukup fantastis.
Baca Juga
Pendirian Pabrik Sepatu di Trangkil Tuai Penolakan, DPRD Pati : Informasi belum jelas
“Tentu kami akan menyelesaikan permasalahan ini bersama dengan tim pansus dan pihak DPUTR Pati. Dulu itu lahannya tidak sampai 1.000 hektare, kok sekarang sampai segitu. Kami juga akan mencari tahu pihak-pihak yang bermain di dalamnya,” janjinya.
Pernyataan senada juga dikemukakan, anggota DPRD Pati, Teguh Bandang Waluyo. Ia mengaku cukup terkejut dengan luasan lahan yang hendak digunakan untuk pembangunan pabrik sepatu di Trangkil itu. Menurutnya, Kecamatan Trangkil memiliki potensi sebagai industri rumahan atau home industri, sehingga tidak cocok didirikan industri skala besar.
“Ini aneh menurut saya. Data dari DPUPR, wilayah Trangkil itu cocoknya untuk home industri. Seperti yang kita ketahui bahwa di Trangkil dan sekitarnya termasuk Margoyoso, ada pabrik-pabrik skala kecil, misal ketela atau singkong yang diproduksi menjadi tepung tapioka,” ujarnya.
Ia juga heran dengan luas lahan industri Kecamatan Trangkil yang mencapai 1.000 hektare lebih. Anggota Komisi C dari Fraksi PDI-P ini pun membandingkan kasus ini dengan berdirinya pabrik garmen PT. Seijin di Kecamatan Margorejo.
“Luasnya lahan untuk industri sampai 1.000 hektare ini terlalu besar mengingat Trangkil adalah wilayah produktif, terutama untuk pertanian dan home industri. Jangan sampai seperti PT. Seijin. Laporan awal PT. Seijin hanya seluas 5 hektare, tetapi sekarang sudah mencapai 40 hektare,” tambahnya.
Bersama dengan anggota dewan yang lain, ia berjanji akan mengawal kasus tersebut hingga tidak terulang kembali seperti PT. Seijin yang menelan luas lahan hingga puluhan hektare.
Hal senada juga diutarakan oleh anggota pansus, Suwito yang membidangi masalah pembangunan pabrik sepatu. “Ini sangat mengagetkan karena lahan yang begitu luas untuk pabrik tidak sesuai dengan data, sama seperti kasus PT. Seijin,” ujar anggota Komisi C ini. (Lingkar Media Network | Lingkar TV)