SEMARANG, Beritajateng.id – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang mengecam tindakan oknum seorang wartawan yang diduga ikut mengintervensi kasus penembakan GRO (17), seorang pelajar yang menjadi korban penembakan polisi. Dugaan keterlibatan ini terungkap berdasarkan pengakuan seorang kerabat keluarga korban berinisial S.
Menurut kerabat tersebut, sehari setelah peristiwa penembakan yang menewaskan GRO, keluarga korban didatangi Kapolrestabes Semarang, Kombes Irwan Anwar, bersama seorang wartawan berbadan gempal pada Senin malam, 25 November 2024.
Dalam pertemuan itu, keluarga diminta menandatangani surat pernyataan serta video yang menyatakan bahwa mereka mengikhlaskan kematian korban. Namun, keluarga menolak permintaan tersebut karena pernyataan yang disampaikan tidak sesuai dengan fakta.
Ketua AJI Semarang, Aris Mulyawan, mengecam keras tindakan tersebut dan menilai hal itu mencederai profesi jurnalis.
“Upaya wartawan untuk menutupi peristiwa kematian GRO adalah pelanggaran serius terhadap elemen jurnalisme. Wartawan seharusnya menyampaikan kebenaran tanpa keberpihakan atau kepentingan tertentu,” tegas Aris, baru-baru ini.
Aris menambahkan bahwa tindakan tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Dalam Pasal 4 UU Pers, disebutkan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi manusia.
Tindakan wartawan yang berusaha menghalang-halangi peliputan kasus ini juga bertentangan dengan Pasal 18 UU Pers, yang menyatakan bahwa setiap orang yang sengaja menghambat kerja pers dapat dipidana hingga 2 tahun penjara dan denda maksimal Rp 500 juta.
Mirisnya, pelanggaran tersebut justru dilakukan oleh seorang wartawan. Dalih yang digunakan adalah menunggu hingga Pilkada 2024 selesai untuk perilisan kasus.
“Sikap seperti ini bertentangan dengan prinsip jurnalisme yang mengutamakan kebenaran dan kepentingan publik,” ujar Aris.
AJI Semarang menegaskan bahwa jurnalis memiliki tanggung jawab untuk menyuarakan kepentingan publik, memberikan tempat bagi mereka yang tidak mampu bersuara, serta tidak memanfaatkan informasi untuk keuntungan pribadi.
“Kasus ini menjadi tamparan keras bagi dunia jurnalisme di Semarang. Wartawan harus berpihak pada publik, kebenaran, dan keadilan,” tutup Aris.
AJI mengingatkan bahwa wartawan bukan bagian dari Humas Polri dan harus menjaga independensinya dalam melaksanakan tugas jurnalistik. (Lingkar Network | Rizky Syahrul Al-Fath – Beritajateng.id)