BLORA, Beritajateng.id – Kasus penjualan seragam bagi siswa baru dan dugaan pungutan liar (pungli) untuk kegiatan karnaval di SMPN 3 Cepu terus berlanjut. Ketua MPKN Blora, Sukisman, menyatakan ketidakpuasannya terhadap penjelasan yang diberikan oleh kepala sekolah dan komite SMPN 3 Cepu, yang menurutnya mengelak dari tuduhan pelanggaran aturan.
“Kita buktikan saja, pihak sekolah melanggar atau tidak,” ujar Sukisman, Senin, 12 Agustus 2024.
Sukisman meyakini bahwa kepala sekolah dan komite telah membuat kesepakatan yang melanggar aturan. Ia menegaskan, jika pelanggaran ini dibiarkan, dapat berdampak buruk pada sekolah-sekolah lain di wilayah tersebut.
“Kalau salah wajib diingatkan. Jika tidak mau diingatkan, ya kita laporkan,” katanya.
Lebih lanjut, Sukisman menilai pernyataan kepala sekolah dan komite sebagai blunder, mengingat ada aturan yang jelas dalam Permendikbud yang telah dilanggar.
“Statemen kepala sekolah blunder, karena ada aturan Permendikbud yang sudah jelas dilanggar. Apa kalau sudah seijin komite itu dibolehkan? Komite saja juga tidak bisa memberi izin. Peraturan dibuat untuk ditaati bukan disiasati,” tegasnya.
Sebelumnya, kasus ini mencuat setelah viralnya pemberitaan mengenai penjualan seragam oleh sekolah dan dugaan pungli untuk kegiatan karnaval di SMPN 3 Cepu, Blora. Kepala SMPN 3 Cepu, Suyitno, dalam keterangannya menyatakan bahwa pengadaan seragam dilakukan melalui koperasi sekolah dengan izin dan sepengetahuan komite sekolah.
“Komite sudah mengizinkan atas pengadaan seragam dengan pertimbangan agar bisa kompak warnanya tidak beda-beda,” jelas Suyitno pada Minggu, 11 Agustus 2024.
Ia memaparkan bahwa siswa membayar Rp 800 ribu untuk ukuran standar dan Rp 850 ribu untuk ukuran jumbo, dengan mendapatkan satu setel seragam OSIS, satu setel kotak-kotak putih, satu setel Pramuka, satu setel seragam olahraga, serta atribut seperti logo, kaos kaki, dan ikat pinggang.
“Dan ini sifatnya tidak memaksa, kami juga bagikan seragam gratis bagi beberapa siswa yang kurang mampu,” tambahnya.
Terkait iuran untuk kegiatan karnaval, Suyitno menjelaskan bahwa sumbangan tersebut juga telah disetujui oleh komite dan disosialisasikan kepada wali murid. Ia mengakui bahwa kebutuhan karnaval mencapai Rp 100 juta rupiah, dengan rincian Rp 65 juta untuk pengadaan alat drumband yang rusak dan Rp 35 juta untuk kebutuhan karnaval lainnya.
“Dan kami pastikan bukan hanya sekolah kami, rata-rata pasti juga ada sumbangan dari wali murid,” tegasnya.
Ketua komite SMPN 3 Cepu, Suyoko, juga menegaskan bahwa setiap langkah yang diambil oleh pihak sekolah telah dikoordinasikan dengan komite.
“Saya menjadi komite sudah sejak 2016 lalu. Sepanjang itu untuk kemajuan sekolah, kami akan mendukung sepenuhnya,” ucapnya.
Suyoko menambahkan bahwa pihaknya merasa tidak melanggar aturan terkait penjualan seragam dan pungli untuk kegiatan karnaval, dan menyatakan bahwa Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tidak dilanggar.
“Kami merasa tidak melanggar, kalau ada yang beda asumsi ya silahkan,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya menanamkan rasa nasionalisme pada siswa melalui kegiatan seperti karnaval.
“Kalau karnaval dipersoalkan yang niatnya untuk menanamkan jiwa nasionalisme, ya tunggu saja kalau nanti anak-anak tidak akan memiliki cinta tanah air,” tandasnya.
Kasus ini kini berada di persimpangan, dengan MPKN yang siap melaporkan ke Aparat Penegak Hukum jika terbukti adanya pelanggaran, sementara pihak sekolah dan komite bersikeras bahwa tindakan mereka tidak melanggar aturan yang berlaku. (Lingkar Network | Hanafi – Beritajateng.id)