GROBOGAN, Beritajateng.id – Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Grobogan Anang Sarwoto menuturkan bahwa masyarakat yang memiliki pendapatan diangka Rp 500 ribu tidak dianggap miskin, namun hampir miskin atau rentan miskin. Selain itu, apabila pendapatan satu keluarga di angka upah minimum regional (UMR) Kabupaten Grobogan dengan beban keluarga empat orang maka tidak disebut sebagai warga miskin.
Anang menjelaskan bahwa masyarakat dikatakan miskin apabila satu keluarga berpenghasilan UMR dan digunakan untuk menghidupi lima anggota keluarga.
“Penentuan tersebut, hanya untuk pengeluaran kebutuhan dasar saja. Bukan kebutuhan yang tambahan untuk hidup,” ujarnya pada Senin, 7 Oktober 2024.
Dalam hal ini, Anang menjabarkan penentu status kemiskinan yaitu Garis Kemiskinan (GK) perkapita dan perbulan. Garis kemiskinan di Kabupaten Grobogan mengalami kenaikan nominal setiap tahun, meskipun tidak signifikan.
Ia menjabarkan, pada 2021 pengeluaran perkapita warga miskin di Kabupaten Grobogan sebesar Rp 404 ribu atau Rp 404.456, tahun 2022 sebesar Rp 428 ribu atau Rp 428.597, tahun 2023 sebesar Rp 464 ribu atau Rp 464.614, sementara pada tahun 2024 belum menembus angka Rp 500 ribu atau masih di angka Rp 489.208.
“Kalau pada tahun 2019 dan 2020 GK masih di angka Rp 300 ribu-an, atau tepatnya 2019 diangka Rp 375.521 dan tahun 2020 diangka Rp 395.001,” bebernya.
Anang menerangkan bahwa pada 2024 angka persentase kemiskinan telah mencapai 11,43 persen. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang mencapai 11,72 persen. Bahkan, dari tahun-tahun sebelumnya angka tersebut terus mengalami penurunan.
Berdasarkan persentase tersebut, Anang mengungkap bahwa sebanyak 159 ribu jiwa masih terjerat kemiskinan di Grobogan. Artinya, masih banyak warga Grobogan yang pengeluaran perbulannya dibawah Rp 500 ribu untuk kebutuhan sehari-hari.
(Lingkar Network | Eko Wicaksono – Beritajateng.id)