SEMARANG, Beritajateng.id – Kepala Bidang Kedaruratan BPBD Jawa Tengah, Muhamad Chomsul mengungkapkan adanya potensi ancaman Megathrust Tsunami di empat kabupaten di Jawa Tengah, yakni Purworejo, Wonogiri, Cilacap, dan Kebumen.
Chomsul mengimbau agar masyarakat tidak takut secara berlebihan. Melainkan justru meningkatkan kewaspadaan.
“Di daerah tersebut memang ada potensi ancaman Megathrust dengan kekuatan sekitar magnitudo 8,9. Namun, ini bukan untuk membuat masyarakat trauma dan takut, melainkan agar kita semua bisa lebih waspada,” ujar Chomsul.
Selain itu, Chomsul menjelaskan bahwa di Semarang terdapat jalur patahan Kendeng yang merupakan sumber gempa dengan skala kecil namun berdampak signifikan. Salah satu contohnya adalah gempa berkekuatan magnitudo 4,2 yang pernah terjadi di Batang.
Meskipun skalanya kecil, gempa tersebut menyebabkan kerusakan besar karena kondisi bangunan yang tidak memenuhi standar. Akibatnya, 13 rumah mengalami kerusakan berat, beberapa di antaranya roboh, 29 rumah mengalami kerusakan sedang, dan lebih dari 100 rumah mengalami kerusakan ringan.
“Kita semua harus memahami dan menyadari potensi ancaman ini, sehingga kita bisa lebih waspada. Di Semarang, potensi Megathrust memang tidak ada, tetapi jalur patahan yang ada dapat berdampak lambat laun,” tambahnya.
Mengenai kesiapan BPBD Jawa Tengah dalam menghadapi potensi Megathrust, Chomsul menjelaskan bahwa isu ini bukanlah hal baru. BPBD telah rutin melakukan kegiatan penguatan kapasitas masyarakat di wilayah-wilayah rawan. Bekerja sama dengan BPBD kabupaten setempat dan didukung oleh BNPB. Pada tahun 2019, BPBD Jawa Tengah pernah mengadakan ekspedisi desa rawan tsunami yang melibatkan daerah-daerah dari Jawa Timur hingga Jawa Barat.
“Kami melakukan sosialisasi di desa-desa sepanjang pesisir selatan, memasang rambu evakuasi, mengunjungi sekolah, pasar, dan melakukan berbagai kegiatan lain selama dua hari dua malam di setiap titik,” jelas Chomsul.
Chomsul juga mengingatkan pentingnya memiliki rencana kesiapan dalam menghadapi potensi gempa, mulai dari tingkat keluarga, lingkungan, hingga pemerintahan, serta sering melakukan latihan evakuasi. Ia menegaskan bahwa korban jiwa dalam bencana gempa seringkali terjadi karena kepanikan, bukan karena gempa itu sendiri.
“Dengan potensi gempa ini, kita perlu memperhatikan konstruksi bangunan yang tahan gempa, serta memiliki rencana kesiapan yang baik,” tutup Chomsul. (Lingkar Network | Rizky Syahrul Al-Fath – Beritajateng.id)