SEMARANG, Beritajateng.id – Pengamat pendidikan Universitas Negeri Semarang (Unnes), Edi Subkhan, menyarankan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti untuk tidak terburu-buru dalam mengevaluasi Kurikulum Merdeka. Menurut Edi, evaluasi harus dilakukan secara mendalam dan melibatkan pakar pendidikan yang kompeten agar hasil lebih optimal.
“Saya melihat bahwa Pak Abdul Mu’ti akan menghadapi tantangan besar terkait tiga kebijakan utama di sektor pendidikan yang hingga kini masih kontroversial, yaitu Kurikulum Merdeka, sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), dan penghapusan Ujian Nasional (UN),” ungkap Edi pada Minggu, 27 Oktober 2024.
Ia menyebut bahwa masih banyak tenaga pengajar yang belum sepenuhnya memahami Kurikulum Merdeka secara mendalam. Sehingga, ide-ide yang dinilai bagus justru mengalami distorsi.
“Dalam implementasinya di lapangan, beberapa gagasan bagus dari kurikulum ini sering kali mengalami distorsi. Gagasan dan pemahaman tentang kurikulum ini belum sepenuhnya dipahami oleh pihak sekolah maupun guru,” ujarnya.
Menurutnya, terdapat beberapa aspek dalam Kurikulum Merdeka yang bisa ditingkatkan.
“Kalau kita melihat ke belakang, Kurikulum 2013 juga mengalami revisi berkali-kali. Pada tahun 2016 dan 2018, ada revisi untuk Kurikulum 2013, termasuk di tingkat SMK. Saat pandemi Covid-19, kurikulum juga diadaptasi agar relevan dengan kebutuhan,” jelasnya.
Edi menyarankan agar Kurikulum Merdeka dievaluasi dengan pendekatan yang menyeluruh.
“Solusi terbaik menurut saya adalah melakukan evaluasi yang komprehensif, tidak bisa hanya membiarkan Kurikulum Merdeka berjalan tanpa ada revisi,” tegasnya.
Ia menyoroti isu usulan untuk kembali ke Kurikulum 2006. Menurutnya, hal tersebut dinilai kurang relevan dengan perkembangan zaman, terutama dengan hadirnya teknologi dan kecerdasan buatan (AI).
Salah satu inovasi positif dalam Kurikulum Merdeka adalah mata pelajaran informatika sejak tingkat SMP. Edi mengatakan mata pelajaran tersebut penting untuk disesuaikan dengan kebutuhan keterampilan masa kini.
Selain itu, Edi mengkritik pandangan Kurikulum Merdeka yang tidak mengutamakan hafalan yang menurutnya masih dibutuhkan untuk informasi dasar esensial.
“Memang orientasi Kurikulum Merdeka berbeda, tidak seperti zaman dulu yang menekankan hafalan, tetapi untuk hal-hal esensial, hafalan tetap diperlukan,” tuturnya.
Edi menambahkan bahwa pembelajaran di kelas harus dievaluasi lebih lanjut agar sesuai dengan panduan pengembangan kurikulum pada satuan pendidikan. Kurikulum Merdeka sebagai kurikulum nasional perlu disesuaikan dengan konteks masing-masing sekolah agar implementasinya efektif. (Lingkar Network | Rizky Syahrul Al-Fath – Beritajateng.id)