*Ditulis Oleh: Suwarni, S.Pd SD, guru SDN Sundoluhur 01, Kayen Pati.
MATEMATIKA merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern. Matematiki memiliki peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk membekali siswa dengan kompetensi atau kemampuan berpikir logis, sistematis, dan kritis. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi dalam menghadapi permasalahan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Tujuan utama dari pembelajaran matematika adalah agar siswa memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu menumbuhkan rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Ruang lingkup mata pelajaran matematika mencakup tiga aspek, yaitu bilangan, geometri dan pengukuran, serta pengolahan data. Ketiga aspek tersebut memiliki peranan yang penting dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan perhitungan angka atau nominal.
Pada pembelajaran konvensional dimana guru lebih cenderung melaksanakan pembelajaran dengan metode ceramah, umumnya akan menghabiskan waktu untuk mengajarkan materi sehingga mengurangi waktu siswa dalam melaksanakan latihan soal. Dengan demikian, siswa yang mengalami kesulitan baik itu dalam memahami materi atau dalam mengerjakan latihan soal tidak akan mendapatkan konfirmasi lebih lanjut dari guru.
Flipped classroom melaksanakan pembelajaran dengan membalikkan waktu penerimaan materi oleh siswa di luar kelas dan mengklarifikasinya saat berada di dalam kelas. Flipped classroom dikembangkan berdasarkan beberapa hal, yaitu (1) membantu siswa untuk menguasai konsep atau pengetahuan tertentu yang rumit dan tidak dikuasai secara mendalam melalui metode pembelajaran yang biasa diterapkan, (2) melibatkan siswa dengan materi yang mungkin dianggap membosankan atau tidak relevan, (3) memfasilitasi pengembangan keterampilan yang menggunakan pengetahuan atau konsep baru.
Sementara itu menurut Johnson dalam Yulietri et al. (2015: 7) menyatakan bahwa pembelajaran dengan menggunakan flipped classroom dilaksanakan dengan meminimalkan jumlah instruksi langsung oleh guru kepada siswanya dalam mengajarkan materi dan memaksimalkan waktu untuk berinteraksi satu sama lain dalam membahas permasalahan terkait
Pada pembelajaran siklus I, peneliti menerapkan pendekatan kooperatif dengan model pembelajaran flipped classroom berdasarkan pembagian kelompok tanpa membedakan tingkat kecerdasan siswa.
Pada akhir siklus I siswa mengalami peningkatan ketuntasan dari pra siklus rata-rata kelas sebesar 64,29 dengan ketuntasan siswa 35,71% atau 10 siswa dan pada siklus I rata-rata kelas meningkat menjadi 73,14 dengan ketuntasan siswa 67,86% atau 19 siswa. Dari uraian di atas peneliti merefleksi sebab-sebab kegagalan dalam perbaikan pembelajaran siklus I, ternyata pada pembelajaran siklus I ditemukan hal-hal sebagai berikut. (1) Siswa kurang dilibatkan dalam pembelajaran (2) Guru lebih aktif sendiri dalam pembelajaran. (3) Guru tidak memberi kesempatan untuk bertanya (4)Penguasaan kelas kurang konduksif.
Pada pendekatan kooperatif dengan model pembelajaran flipped classroomsiswa yang tidak memperhatikan penjelasan guru, dan bermain sendiri atau memperhatikan yang lain, mengalami kesulitan dalam kegiatan pembelajaran, materi yang disampaikan guru tidak diterima siswa yang gagal dalam pembelajaran siklus I.
Maka peneliti melanjutkan pembelajaran siklus II menerapkan pendekatan kooperatif dengan model pembelajaran flipped classroomberdasarkan pembagian kelompok dengan membedakan tingkat kecerdasan dan melibatkan seluruh siswa secara langsung dalam pembelajaran.
Pada akhir siklus II ketuntasan siswa mengalami peningkatan yang signifikan yaitu dari siklus I ketuntasan siswa 67,86% atau 19 siswa dan pada siklus II rata-rata meningkat menjadi 86,07 dengan ketuntasan siswa 92,86% atau 26 siswa tuntas dengan hasil yang memuaskan, maka peneliti tidak melajutkan siklus berikutnya.
Berdasarkan hasil simpulan di atas bahwa penerapan pendekatan kooperatif dengan model pembelajaran flipped classroom berimplikasi pada: (1) Aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan yang signifikan pada kondisi awal siswa pasif, bermain sendiri, tidak mendengarkan penjelasan guru, pada siklus II siswa aktif dan selalu mendengarkan penjelasan guru. (2) Hasil belajar matematika mengalami peningkatan yang signifikan pada kondisi awal siswa yang tuntas dalam pembelajaran 35,71% atau 10 siswa, pada siklus I mengalami peningkatan menjadi 67,85% atau 19 siswa yang tuntas serta pada siklus II meningkat menjadi 92,86% atau 26 siswa yang tuntas dalam pembelajaran. (*)