KAB.SEMARANG, Beritajateng.id – Anggaran Kementerian Pekerjaan Umum (PU) yang terkena efisiensi mencapai Rp 81,38 triliun. Hal ini membuat pemerintah harus selektif melakukan program infrastruktur, termasuk perbaikan jalan.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Transportasi, Djoko Setijowarno mengatakan bahwa anggaran pemeliharaan jalan harus tetap diadakan.
“Namun jika nanti setelah dianggarkan lagi, ya jangan dikorupsi oleh oknum yang berkepentingan, seperti yang selama ini masih kerap terjadi,” ungkapnya kepada Lingkar, Minggu, 9 Februari 2025.
Penghematan anggaran termasuk untuk pemeliharaan jalan itu, kata Djoko, terjadi hampir di semua instansi pemerintah termasuk di Kabupaten Semarang. Padahal menurutnya pemeliharaan jalan harus dilakukan secara rutin, mengingat tingkat kerusakan jalan akibat hujan cukup tinggi. Terlebih, saat ini mendekati Lebaran ketika aktivitas lalu lintas menjadi semakin padat.
“Kondisi jalan harus baik (mulus, red) ketika akan dilewati pemudik Lebaran. Pemudik Lebaran terbanyak menggunakan sepeda motor dan sepeda motor ini sangat rentan terjadi kecelakaan. Apalagi nanti banyak jalan yang rusak, pasti akan menambah korban kecelakaan pesepeda motor. Tentunya, hal ini tidak diinginkan,” tegas Djoko yang merupakan Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata (Unika) Semarang.
Djoko mengungkap, data Korlantas Polri di tahun 2024 menunjukkan jenis transportasi penyebab kecelakaan tertinggi yakni sepeda motor dengan angka 77 persen.
“Bahkan kecelakaan lalu lintas penyebab kematian ke 3 tertinggi di Indonesia. Apalagi ketika musim hujan tiba, banyak ditemukan jalan rusak. Jalan rusak, jika dibiarkan tidak ditangani dengan baik akan berpotensi rawan menimbulkan kecelakaan lalu lintas dan menimbulkan korban,” bebernya.
Djoko menjelaskan, Pasal 24 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyatakan penyelenggara wajib segera dan patut untuk memperbaiki jalan rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.
Selain itu, Pasal 24 Ayat 2 menyatakan apabila perbaikan jalan rusak belum dilakukan, maka penyelenggara jalan wajib memberi tanda.
“Warga yang terdampak jalan rusak punya peluang untuk menuntut haknya sesuai wewenang jalan. Dimana Jalan nasional adalah wewenangnya Ditjen, Bina Marga Kemen PUPR, dan jalan provinsi wewenangnya Pemerintah Provinsi, sedangkan jalan kota/kabupaten wewenangnya Pemkot/Pemkab masing-masing,” lanjut dia.
Tuntutan tersebut, kata Djoko, tertuang dalam Pasal 273. Yakni, setiap penyelenggara jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki jalan rusak dan mengakibatkan kecelakaan lalu lintas, sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan kendaraan dipidana kurungan paling lama 6 bulan atau denda maksimal Rp 12 juta.
“Kemudian jika sampai mengakibatkan luka berat, pelaku dipidana kurungan maksimal 1 tahun atau denda paling banyak Rp 24 juta. Jika korban meninggal dunia, dapat dipidana penjara hingga 5 tahun atau denda paling banyak Rp 120 juta,” terangnya.
Djoko berharap, hal tersebut dapat menjadi perhatian untuk penyelenggara jalan agar lebih memperhatikan keselamatan penggunaan jalan. (Lingkar Network | Hesty Imaniar – Beritajateng.id)