Semarang, Beritajateng.id – Ibunda almarhumah dokter Aulia Risma, Nuzmatun Malinah meminta keadilan dalam kasus yang diduga menyebabkan putrinya meninggal dunia.
Saat melakukan konferensi pers pada Rabu malam, 18 September 2024, Nuzmatun didampingi kuasa hukumnya mengatakan bahwa pihak kampus, yakni Universitas Diponegoro (Undip) sempat tidak mengakui adanya perundungan di lingkungan pendidikan tersebut.
“Awalnya dari Undip itu tidak mengaku. Tapi setelah ke sini (lapor ke Polda Jawa Tengah), mudah-mudahan sadar dan mengakui. Saya tidak hanya memohon, tapi bantulah saya,” ungkap Nuzmatun tersedu-sedu.
Nuzmatun menyampaikan rasa kehilangan yang teramat dalam usai ditinggalkan oleh putrinya yang tengah menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi di RSUP dr. Kariadi.
“Anak saya seharusnya sekolah, mencari ilmu, tapi apa yang didapat? Seharusnya anak saya ada, masuk sekolah, mencari ilmu, tapi apa yang terjadi?,” katanya sambil terisak.
Dia meminta agar pihak kepolisian maupun kementerian terkait dapat memberi dan mencarikan keadilan untuk keluarga korban.
“Tolong bantu saya mencari keadilan. Tidak hanya satu nyawa, tapi suami saya yang seharusnya mendampingi saya,” tuturnya.
Nuzmatun mengungkap bahwa sebelum meninggal, putrinya masih melakukan iuran untuk keperluan mahasiswa angkatannya.
“Uangnya untuk apa? Untuk kebutuhan angkatan dan lain-lain. Kalau yang besar itu di semester 1, tapi di semester selanjutnya tetap ada,” ungkapnya.
Aliran dana yang dikeluarkan tersebut telah tercatat dalam rekening koran. Data-data terkait telah dilaporkan ke penyidik.
“Terkait dengan kas angkatan itu memang kami sudah ada datanya. Sudah kami serahkan kepada Polda,” jelas dia menahan tangis.
Selain itu, Nuzmatun mengungkap bahwa semasa menuntut ilmu, putrinya sering mengeluh letih karena jam belajar yang dinilai tidak wajar.
“Almarhumah bercerita tentang keluhannya. Pertama tentang jam belajar, itu dari awal tahun 2022. ‘Saya belajar itu jam 3 dini hari harus sudah ada di ruangan. Kemudian pulang jam 1 atau setengah 2 (dini hari/hampir 24 jam)’,” ujar Nuzmatun menirukan keluhan anaknya kala itu.
Dia mengatakan bahwa dokter Risma sempat mengalami insiden kecelakaan karena terlalu letih belajar.
“Dia pulang dari RS, jatuh. Bulan Agustus 2022. Saking ngantuknya dia (dokter Risma) nyetir motor jatuh ke selokan,” jelas dia.
Nuzmatun telah menghadap kepala program studi (kaprodi) Anestesi Undip untuk meminta perlakuan manusiawi. Namun, kaprodi justru menilai bahwa perlakuan tersebut merupakan latihan mental.
“Saya sampaikan, apakah tidak ada cara lain?” imbuh dia.
Sejumlah keluhan lain juga diungkapkan oleh putrinya kepada Nuzmatun.
“Anak saya dididik dengan kata-kata kasar, suara yang melegar-legar. Anak saya jadi ketakutan,” tutur Nuzmatun.
Sebab hal yang tidak wajar tersebut, Nuzmatun meminta kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi serta Kementerian Kesehatan untuk segera menindak tegas kasus tersebut. Termasuk mengeluarkan surat jaminan karir dan surat pernyataan pendidikan tak terhambat untuk tiga korban serupa yang hendak mengajukan laporan ke Polda.
“Saya minta dikeluarkan suratnya supaya besok atau lusa bisa langsung lapor,” tegasnya.
Nuzmatun juga meminta agar seluruh pihak menjadikan kasus tersebut sebagai pelajaran. Ia mengingatkan agar para pelaku perundungan maupun pemerasan bertindak hati-hati.
“Saya info hati-hati kalian, habis kalian kalau ini terbukti pidananya, maka dia tidak bisa lagi jadi dokter,” tukas Nuzmatun.
Di sisi lain, terkait dugaan keterlibatan Kaprodi Anestesi Undip dalam perkara ini, Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Artanto menyatakan bahwa statusnya masih menunggu perkembangan dari hasil penyelidikan.
“Setiap pemeriksaan harus didalami dulu, dianalisa, dan diyakini bahwa apa yang disampaikan sudah benar,” tambahnya. (Lingkar Network | Rizky Syahrul Al-Fath – Beritajateng.id)