KUDUS, Beritajateng.id – Masyarakat Dukuh Semliro, Desa Rahtawu, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus menggelar acara peresmian pertapaan atau petilasan Eyang Patih Gajah Mada Sapta Hargo alias Mbah Modo. Petilasan ini diresmikan secara langsung oleh Bupati Kudus, HM Hartopo pada Jumat (8/7) lalu dan disaksikan oleh perwakilan Forkopimda, Kepala OPD terkait, Camat Gebog dan pihak terkait lainnya.
Dalam kesempatan itu, Bupati Hartopo memberikan apresiasi atas diresmikannya petilasan Eyang Patih Gajah Mada. Peresmian ini menjadi salah satu upaya masyarakat Rahtawu dalam menjaga kearifan lokal dan warisan budaya.
Menurut Hartopo, tidak semua desa dapat membangun kampung adat sebagai karakteristik desa dengan nuansa dan pemandangan indah seperti di Desa Rahtawu.
“Saya baru menemukan tempat seperti ini di Rahtawu, dengan konsep perencanaan dan pembangunan yang luar biasa yang tidak dimiliki desa lain,” katanya pada Jumat (8/7).
Baca Juga
Bea Cukai Kudus Sita Rokok Ilegal Senilai Rp 930,24 Juta
Sebelum diresmikan, petilasan Eyang Patih Gajah Mada pernah direvitalisasi beberapa kali. Hartopo meminta masyarakat untuk terus guyub rukun dan kompak dalam melestarikan warisan-warisan dari nenek moyang.
“Masyarakat harus guyub rukun, mengembangkan potensi wisata dan roda perekonomian di Desa Rahtawu ini,” pesannya.
Hartopo menilai Kampung Adat Desa Rahtawu ini ke depannya dapat menjadi pionir atau contoh bagi desa lain, dalam hal pengembangan potensi desa melalui ikon-ikon dan kearifan budaya. Di samping itu, dirinya juga berpesan agar kampung adat Rahtawu mesti diberdayakan dan dilestarikan untuk kepentingan anak cucu nanti.
“Peresmian ini sebagai langkah awal, dengan cara kita harus memandang jauh ke depan dan memikirkan konsep yang lebih baik. Semoga produk kampung adat ini dapat memberikan efek dan manfaat yang luar biasa bagi warga semua,” harapnya.
Baca Juga
Jelang Pemilu 2024, Disdukcapil Kudus Jemput Bola Perekaman e-KTP di Sekolah
Tetua adat Semliro, Saidi mengungkapkan tujuan pembentukan kampung adat ini bukan hanya dalam rangka menjaga warisan leluhur. Melainkan sebagai cara warga ikut menjaga kelestarian alam lereng Gunung Muria.
“Inisiatif ini untuk menjaga konservasi alam lereng Muria agar tetap lestari,” kata Saidi kepada awak media.
Oleh sebab itu, pihaknya sepakat bahwa Desa Rahtawu tidak boleh dijadikan ladang investor dari luar yang dikhawatirkan dapat merusak alam atau melunturkan kebudayaan-kebudayaan lokal.
“Bukan untuk melanggar hak, tetapi sebagai upaya menjaga keberlangsungan desnitasi wisata dan ikon budaya di sini,” terangnya.
Lebih lanjut, Saidi menceritakan awal mula adanya petilasan Eyang Patih Gajah Mada di Desa Rahtawu Dikatakannya, tempat tersebut dulunya pernah dijadikan sebagai tempat pengasingan diri setelah tidak menjabat sebagai patih di Majapahit.
“Berdasarkan cerita turun-temurun dari leluhur kami, memang Mbah Modo pernah mengasingkan diri di sini (Rahtawu, red) usai menjabat, untuk tahunnya kami belum tahu pasti,” terangnya. (Lingkar Media Network | Koran Lingkar)