SEMARANG, Beritajateng.id – Untuk mengawasi penyebaran berita hoaks dan konten yang mengandung kampanye hitam (black campaign) di media sosial pada masa kampanye Pilkada serentak 2024, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) akan mengerahkan tim patroli siber.
“Kami ada tim siber dari Bawaslu yang itu juga mengamati konten-konten yang ada di media sosial. Apakah mengandung hoaks,” ujar Komisioner Bawaslu Provinsi Jateng Muhammad Rofiuddin, belum lama ini.
Rofiuddin menerangkan bahwa apabila masyarakat mendapatkan informasi keliru namun dianggap sebagai kebenaran, maka hal tersebut akan berdampak negatif. Ia menyebut hoaks berbahaya karena segala keputusan dan tindakan yang diambil oleh seseorang ditentukan oleh informasi yang dikonsumsi .
“Kalau informasinya keliru, menyesatkan. Bahkan mungkin menimbulkan emosi yang itu sampai bisa mengancam kepada orang lain, tentu akan berbahaya, termasuk juga hoaks,” ungkap Rofiuddin.
Rofiuddin mengatakan bahwa pihaknya membuat kelompok kerja khusus yang bertugas melakukan pencegahan terhadap penyebaran informasi dan isu-isu negatif yang dapat mengotori ruang demokrasi di media sosial.
“Hoaks bentuknya tidak hanya konten di media social. Namun juga setiap informasi bohong yang bisa juga tersebar melalui pamflet dan poster. Bawaslu Jateng mengimbau masyarakat untuk turut melaporkan jika menemukan adanya hoaks,” ujarnya.
Berdasarkan keterangan Rofiuddin, laporan tersebut dapat diserahkan ke pengawas di tingkat kecamatan atau Panwascam, Bawaslu kabupaten/kota, dan Bawaslu Jateng untuk dikaji dan ditindaklanjuti. Dalam membuat laporan, masyarakat diimbau untuk melengkapi syarat formil dan materiil.
“Dalam menyampaikan laporan itu harus ada buktinya. Ada uraian kejadiannya, ada siapa yang kemudian dilaporkan, dirinya sendiri ini apakah memenuhi syarat sebagai pelapor atau tidak,” kata Rofiuddin.
Komisioner Bawaslu Jateng tersebut menegaskan apabila pelapor tidak memiliki hak pilih maka laporan mengenai dugaan pelanggaran pemilu tidak bisa memenuhi syarat.
“Karena kan pelapor itu ada syaratnya. Misalnya dia adalah warga yang memiliki hak pilih, pemantau pemilu, peserta pemilu. Kalau dia tidak memiliki hak pilih tentu tidak memenuhi syarat formil sebagai pelapor dugaan pelanggaran pemilu,” imbuhnya. (Lingkar Network | Rizky Syahrul Al-Fath – Berita)