KUDUS, Beritajateng.id – Kasus kekerasan terhadap perempuan masih menjadi permasalahan serius di Kabupaten Kudus. Berdasarkan data Jaringan Perlindungan Perempuan dan Anak (JPPA) Kudus, tercatat 31 kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi sepanjang tahun 2023.
Ketua JPPA Kudus, Nor Haniah, menyatakan bahwa angka tersebut menunjukkan perlindungan perempuan masih jauh dari optimal. Menurut Haniah, mayoritas kasus tersebut disebabkan oleh faktor ekonomi.
“Ekonomi keluarga yang tidak stabil sering kali membuat perempuan menjadi korban kekerasan, terutama dalam kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Selain itu, maraknya kasus judi online juga berkontribusi besar,” ujarnya, Senin, 2 Desember 2024.
Ia menjelaskan, banyak perempuan yang menggugat cerai karena suami terlilit hutang akibat kecanduan judi online.
“Suami tidak bekerja, malah bermain judi online. Akibatnya, keluarga tidak hanya kehilangan kestabilan finansial tetapi juga ketenangan. Banyak perempuan akhirnya menjadi korban baik secara fisik maupun psikologis,” imbuhnya.
Fenomena ini, kata Haniah, menegaskan pentingnya upaya bersama untuk mengurangi angka kekerasan terhadap perempuan. Ia menyebut, rendahnya pendidikan dan lemahnya ketahanan keluarga turut memperburuk situasi.
“Solusi untuk permasalahan ini harus dimulai dari akar, yakni edukasi pra-nikah, penguatan ketahanan keluarga, dan penyuluhan di masyarakat. Perempuan juga perlu dibekali pengetahuan untuk melindungi diri,” paparnya.
Haniah menyoroti lambannya penanganan hukum terhadap kasus-kasus kekerasan sebagai salah satu hambatan utama.
“Perlindungan hukum bagi perempuan harus diperkuat. Kami berharap ada penanganan kasus yang lebih cepat dan responsif agar korban merasa aman dan mendapatkan keadilan,” harapnya.
Momentum kampanye Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HATP) yang berlangsung pada 25 November hingga 10 Desember 2024 diharapkan menjadi pengingat pentingnya peran semua pihak, termasuk pemerintah, untuk memperkuat perlindungan terhadap perempuan.
“Kasus kekerasan terhadap perempuan di Kudus ibarat fenomena gunung es. Yang terlihat hanya sedikit, tetapi kasus yang tidak dilaporkan jauh lebih banyak. Ini harus menjadi perhatian serius,” tegasnya.
Haniah optimis, dengan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga perlindungan, angka kekerasan terhadap perempuan dapat menurun secara signifikan. (Lingkar Network | Mohammad Fahtur Rohman – Beritajateng.id)