KAB.SEMARANG, Beritajateng.id – Pasca terjadinya kebakaran di lereng Gunung Telomoyo pada Rabu, 18 September 2024 di wilayah Dusun Dangklik, Desa Tolokan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, pihak Perhutani meyakinkan bahwa hal tersebut tidak akan berlanjut menjadi bencana longsong apabila hujan turun.
Administratur Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kedu Utara Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah, Maria Endah Ambarwati menjelaskan kondisi lahan yang terbakar merupakan lahan bebatuan, sehingga kecil kemungkinan terjadi longsor. Meskipun kondisi serupa telah terjadi pada tahun lalu, ketika Gunung Merbabu terbakar hebat pada Oktober 2023 dan menyebabkan banjir bandang pada Februari 2024 di Desa Jetak, Desa Batur, dan Desa Tajuk, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.
“Kemungkinannya sangat kecil ya, karena lahan yang terbakar di Gunung Telomoyo ini adalah lahan bebatuan yang berwarna hitam, jadi sangat padas sekali lahan yang terbakar di lereng Gunung Telomoyo itu,” ungkap Maria Endah pada Kamis, 19 September 2024 di lokasi Posko Darurat pemadaman Gunung Telomoyo.
Pihaknya menerangkan bahwa jenis bebatuan yang ada di lahan terbakar milik Perhutani berbeda dari jenis bebatuan lainnya atau lahan berbatu.
“Jadi ini batunya besar dan berwarna hitam, tidak batu yang berwarna coklat yang akan mudah longsor jika terkena hujan deras. Jadi kami perkirakan kemungkinannya kecil, apalagi pepohonan yang tumbuh di sekitar lereng Gunung Telomoyo ini berupa perdu, rerumputan, dan alang-alang, dan tanahnya sangat keras sekali,” tegasnya.
Maria menuturkan apabila memang terjadi longsor saat musim hujan tiba akibat tanah yang gundul, ia yakin longsor tersebut tidak akan sampai di pemukiman warga. Sebab, jarak tempuh lokasi lahan kebakaran dengan pemukiman berkisar dua sampai tiga kilometer.
“Selain faktor tanahnya yang keras, padas, dan banyak bebatuan berwarna hitam yang juga sangat keras, jarak tempuh antara lahan yang terbakar dengan pemukiman warga ini mencapai antaranya dua hingga tiga kilometer. Kita doakan, semoga tidak terjadi bencana apapun nantinya pasca terbakarnya 5,5 Hektare (Ha) lahan kita ini kedepan,” harapnya.
Maria yakin bahwa sebab terjadinya kebakaran adalah ulah manusia yang tidak bertanggung jawab seperti membakar rerumputan. Sebab, kejadian tersebut terjadi di hari kerja, sehingga tidak mungkin ada pendaki di Gunung Telomoyo.
“Di sekitar Gunung Telomoyo ini, selain memang menjadi spot pendakian juga untuk menjadi lahan warga mengambil pakan ternak, seperti rumput, dan lainnya. Dan ini bencana kebakaran, jelas kalau bicara soal api, pasti tidak akan pernah jauh dari ulah manusia,” paparnya.
Maria juga menampik kemungkinan puntung rokok sebagai penyebab kebakaran. Menurutnya, kemungkinannya karena selama kurang lebih 10 hari berturut-turut kawasan Gunung Telomoyo diguyur hujan. Hal tersebut justru membuat api cepat padam, sebab tanah dan pepohonan masih basah.
“Bahkan, ada selama tiga hari berturut-turut hujannya sangat deras sekali, sehingga membuat tanah dan sejumlah lahan hutan di Gunung Telomoyo ini basah, jadi menurut kami kecil kemungkinan jika disebabkan dari puntung rokok,” ungkap dia. (Lingkar Network | Hesty Imaniar – Beritajateng.id)