PATI, Beritajateng.id – Kabupaten Pati khususnya di wilayah selatan sering diterjang banjir saat musim hujan. Hal ini pun menjadi sorotan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pati terkait penyebab banjir tersebut.
Diketahui, pada Kamis, 14 Maret 2024 banjir dengan ketinggian air mencapai 60 sentimeter melumpuhkan arus lalu lintas Jalan Raya Jakenan-Winong.
Banjir menggenangi jalan yang terletak di Desa Tambahmulyo, Kecamatan Jakenan dan Desa Wirun, Kecamatan Winong.
“Ini air datang dari daerah dataran tinggi selatan sana, Pegunungan Kendeng, sampai daerah sini di Wirun. Terus ke Tambahmulyo,” ujar salah satu warga terdampak banjir, Juwarto (60).
Selain itu, banjir juga menggenangi kawasan Alun-Alun Kecamatan Kayen usai diguyur hujan dengan intensitas tinggi. Banjir yang menggenangi pusat Kecamatan Kayen dan sekitarnya mencapai setinggi lutut orang dewasa, pada Rabu, 13 Maret 2024.
“Dulu di Alun-Alun Kayen itu kalau banjir 5 tahun sekali,” kata salah satu warga Desa Kayen Kecamatan Kayen, Bambang.
Ia mengatakan, dulu banjir hanya terjadi 5 tahun sekali, namun beberapa tahun terakhir banjir kerap datang saat musim hujan.
“Akibatnya pasti tidak adanya hutan di selatan, karena dulu kan hutan masih lebat, tidak seperti sekarang ini,” ungkapnya.
Menanggapi hal tersebut, Anggota DPRD Pati, Suwarno mengatakan bahwa, tidak adanya tanaman keras di Pegunungan Kendeng yang kini diganti tanaman jagung menyebabkan di daerah atas tidak ada resapan. Akibatnya, air dengan deras turun ke daerah bawah dan menyebabkan banjir.
Hutan yang semestinya menjadi fungsi lindung sudah berubah menjadi tanaman semusim utamanya jagung.
“Kalau ditanami jagung terus, dampaknya adalah banjir bandang. Karena lapisan tanah habis tergerus air hujan,” kata Anggota DPRD Pati, Suwarno.
Hutan yang gundul bisa berdampak pada pengikisan tanah, sehingga air yang turun ke sungai tercampur dengan tanah. Hal ini bisa menyebabkan sungai menjadi dangkal.
Jika tidak segera dilakukan upaya-upaya untuk mengatasinya, ia khawatir akan menambah pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah.
Oleh sebab itu, kata dia, perlu adanya kesadaran guna menanggulangi masalah tersebut.
“Sehingga harus ada kesadaran untuk menanggulanginya,” pungkasnya. (Lingkar Network | Arif Febriyanto – Beritajateng.id)